Masuknya
pihak swasta melalui pola kemitraan dengan pemerintah memiliki beberapa
manfaat, diantaranya adalah (partnership, 2011):
- Tersedianya alternatif berbagai sumber pembiayaan;
- Pelaksanaan penyediaan infrastruktur lebih cepat;
- Berkurangnya beban (APBN/APBD) dan risiko pemerintah;
- Infrastruktur yang dapat disediakan semakin banyak;
- Kinerja layanan masyarakat semakin baik;
- Akuntabilitas dapat lebih ditingkatkan;
- Swasta menyumbangkan modal, teknologi, dan kemampuan manajerial.
Kerjasama Pemerintah Swasta (Public Private Partnership/PPP)
Konsep
kerjasama pemerintah dan swasta memiliki dimensi yang cukup luas,
sehingga berbagai institusi mendefinisikan dengan cara yang berbeda.
Meskipun demikian, esensi Public Private Partnership terletak pada
kerjasama penyediaan hingga pengoperasian infrastruktur publik yang
melibatkan pihak pemerintah dan swasta. Bank Dunia (2012) misalnya,
memberikan definisi Public Private Partnership (PPP) sebagai suatu
kontrak jangka panjang antara pihak pemerintah dan swasta untuk
menyediakan barang dan layanan publik, dimana pihak swasta menanggung
resiko secara signifikan dan bertanggungjawab dalam pengelolaan proyek
kerjasama.
Jadi
istilah kerjasama pemerintah dan swasta (public private partnership)
memiliki 4 (empat) prinsip dasar, yaitu (partnership, 2011) :
Tujuan pemantauan proyek KPS adalah:•Memastikan operasi proyek sesuai dengan pera turan-peraturan•Memastikan bahwa hasil pelaksanaan telahsesuai dengan PK, khususnya sebagaimanadiperlukan untuk penyesuaian tarif •Menangani berbagai macam perubahan danatau masalah yang mungkin muncul. Ini meru-pakan hal yang penting karena PK untuk proyek-proyek KPS pada umumnya memiliki jangkawaktu yang lama, sehingga biasanya diukur perdasawarsa bukan per tahun.•Antisipasi pengalihan aset kembali kepada Pemerintah (jika ada).
Contoh Kerjasama Pemerintah dan Swasta
c. Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hydro (PLTM) di Sumateran Utara .
PLTM Pakkat merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Minihydro. PT SMI telah memberikan komitment fasilitas pembiayaan Investasi. Pembangunan Proyek ini dilatarbelakangi oleh sering terjadinya pemadaman listrik secara bergiliran di Provinsi Sumatera Utara yang disebabkan pertumbuhan ekonomi yang pesat yang belum diimbangi peningkatan daya listrik
d. Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hydro di Sumatera Barat.
PLTM Lubuk Gadang, Kapasitas 8 MW , berlokasi di Sungai Batang Sangir, Desa Teluk Air Putih, Kecamatan Sangir, Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat. Merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Mini hydro. PT SMI telah memberikan fasilitas pembayaan Investasi. Proyek akan menghasilkan fasilitas pembangkitan listrik yang mengkonversi tenaga air yang mengalir di sungai menjadi listrik.
e. Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hydro di Banten.
Selanjutnya, PT SMI akan melakukan pembiayaan infrastruktur dan pengembangan KPS bagi
- Adanya pembagian risiko antara pemerintah dan swasta dengan memberi pengelolaan jenis risiko kepada pihak yang dapat mengelolanya.
- Pembagian risiko ini ditetapkan dengan kontrak di antara pihak dimana pihak swasta diikat untuk menyediakan layanan dan pengelolaannya atau kombinasi keduanya .
- Pengembalian investasi dibayar melalui pendapatan proyek (revenue) yang dibayar oleh pengguna (user charge).
- Kewajiban penyediaan layanan kepada masyarakat tetap pada pemerintah, untuk itu bila swasta tidak dapat memenuhi pelayanan (sesuai kontrak), pemerintah dapat mengambil alih.
Model Public Private Partnership
Kerjasama
pemerintah dengan pihak swasta dalam skema public private partnership
memiliki berbagai bentuk dan tidak ada satupun model yang persis sama
dengan model lainnya. Dalam prakteknya merupakan kombinasi dari
fungsi-fungsi berikut :
Design-Build-Finance-Operate
(DBFO). Model ini merupakan bentuk paling umum dari PPP. Model ini
mengintegrasikan empat fungsi dalam kontrak kemitraan mulai dari
perancangan, pembangunan, pembiayaan hingga pengoperasian. Penyediaan
infrastruktur publik dibiayai dari penghimpunan dana swasta seperti
perbankan dan pasar modal. Penyedia akan membangun, memelihara dan
mengoperasikan infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan sektor publik.
Penyedia akan dibayar sesuai dengan layanan yang diberikan untuk suatu
standar kinerja tertentu sesuai kontrak.
Design-Build-Operate
(DBO), merupakan salah satu variasi model DBFO. Dalam model ini,
pemerintah menyediakan dana untuk perancangan dan pembangunan fasilitas
publik. Setelah proyek selesai, fasilitas diserahkan kepada pihak swasta
untuk mengoperasikannya dengan biaya pengelolaan ditanggung oleh pihak
swasta.
Penerapan di Indonesia
Saat
ini kerjasama pemerintah dengan swasta yang populer di Indonesia dengan
istilah KPS dilaksanakan dengan berpedoman kepada ketentuan-ketentuan
berikut, yaitu :
- Peraturan Presiden RI Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.
- Peraturan Presiden RI Nomor 13 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Peraturan Presiden RI Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.
- Peraturan Presiden RI Nomor 56 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden RI Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.
- Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 3 Tahun 2012 tentang Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.
- Peraturan Presiden RI Nomor 66 Tahun 2013 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.
- Perencanaan Proyek, meliputi kegiatan identifikasi dan pemilihan Proyek dan Penetapan Prioritas Proyek Kerjasama.
- Penyiapan Proyek, meliputi kajian awal prastudi kelayakan (Outline Business Case) dan kajian kesiapan proyek kerjasama (Project Readness).
- Transaksi Proyek, meliputi penyelesaian prastudi kelayakan, dan pelelangan umum badan usaha dan.
- Manajemen Pelaksanaan Proyek yang meliputi perencanaan manajemen
pelaksanaan perjanjian kerjasama dan implementasi manajemen pelaksanaan
perjanjian kerjasamaProses Pembangunan & Pelaksanaan KPS
- Tinjauan singkat Proses Pengembangan dan Pelaksanaan KPS
- Pemilihan Proyek
- Konsultasi Publik
- Studi Kelayakan
- Tinjauan Risiko
- Bentuk Kerjasama
- Dukungan Pemerintah
- Pengadaan
- Pelaksanaan Proyek
- Pemantauan
Tujuan pemantauan proyek KPS adalah:•Memastikan operasi proyek sesuai dengan pera turan-peraturan•Memastikan bahwa hasil pelaksanaan telahsesuai dengan PK, khususnya sebagaimanadiperlukan untuk penyesuaian tarif •Menangani berbagai macam perubahan danatau masalah yang mungkin muncul. Ini meru-pakan hal yang penting karena PK untuk proyek-proyek KPS pada umumnya memiliki jangkawaktu yang lama, sehingga biasanya diukur perdasawarsa bukan per tahun.•Antisipasi pengalihan aset kembali kepada Pemerintah (jika ada).
Contoh Kerjasama Pemerintah dan Swasta
PEMBIAYAAN INVESTASI SEBAGAI UPAYA MEMPERCEPAT PENYELENGGARAAN
INFRASTRUKTUR BERKELANJUTAN
PT Sarana Multi
Infrastruktur (Persero)
Pembiayaan Investasi Proyek Kerjasama
Pemerintah-Swasta Oleh PT Sarana Multi
Infrastruktur (Persero) Sebagai Institusi Pembiayaan
Non Bank Komersial Di Indonesia
Untuk mencapai target menjadi
negara maju dan menjadi salah satu kekuatan dunia pada tahun 2030, Indonesia
memerlukan pertumbuhan ekonomi tinggi yang berkelanjutan dan berdaya saing.
Guna merealisasikan hal tersebut salah satu prasyarat yang diperlukan adalah
dukungan infrastruktur yang baik. Mempertimbangkan kondisi infrastruktur yang
ada saat ini, percepatan pembangunan infrastruktur sangat dibutuhkan.
Ketersediaan infrastruktur yang baik akan mempercepat gerak pembangunan ekonomi
dan meningkatkan daya saing.
Saat ini investasi untuk
pembangunan infrastruktur sangat besar yaitu Rp1.786 Triliun. Alokasi anggaran
Pemerintah untuk pembangunan infrastruktur sangatlah terbatas. Gap yang masih
harus diisi sangat significant yaitu sebesar Rp1.457 Triliun.
Guna mengisi gap tersebut,
Pemerintah mengajak pihak swasta untuk turut berpartisipasi dalam pembangunan
infrastruktur di Indonesia dengan mengembangkan skema Kerjasama Pemerintah
Swasta (KPS).
Dalam upaya mempercepat pembangunan
infrastruktur dengan skema KPS, diperlukan persiapan proyek yang memadai,
pendanaan yang sesuai dengan karakteristik investasi proyek infrastruktur,
serta dukungan dan jaminan Pemerintah. Saat ini lembaga pembiayaan yang ada,
seperti perbankan maupun lembaga keuangan bukan bank, belum secara optimal
memberikan kontribusinya terhadap pendanaan proyek-proyek infrastruktur. Oleh
karena itu diperlukan lembaga keuangan yang bisa memfasilitasi pembiayaan
infrastruktur dengan memberikan tenor pembiayaan jangka panjang dan suku bunga
tetap. Hal ini sangat diperlukan mengingat proyekproyek infrastruktur
memerlukan tingkat pengembalian investasi dalam jangka waktu yang cukup
panjang.
Hingga saat ini sumber-sumber
dana jangka panjang seperti Dana Pensiun, Asuransi, dan Reksadana masih
diinvestasikan pada instrumen pasar modal yang tidak terkait langsung dengan
pembiayaan infrastruktur. Dengan kehadiran lembaga pembiayaan yang khusus
menangani pembiayaan infrastruktur, diharapkan akan terjadi memobilisasi sumber
dana jangka panjang untuk mendorong investasi dalam proyek-proyek infrastruktur
di Indonesia. Peran lembaga pembiayaan infrastruktur sangat krusial karena akan
menjadi katalis yang menjembatani sumber dana jangka panjang dengan investasi
dalam proyek-proyek infrastruktur di Indonesia.
Salah satu misi yang ingin
dicapai Pemerintah di dalam membentuk lembaga pembiayaan infrastruktur seperti
PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) (PT SMI) dan PT Indonesia
Infrastructure Finance (IIF) adalah menjadi katalis percepatan pembangunan
infrastruktur nasional dengan menarik dana-dana swasta baik dari dalam maupun
luar negeri untuk membantu pembangunan infrastruktur Indonesia.
Lingkup Dan Pengembangan Layanan PT SMI
1) Kerangka Kerja
Sebagai
perpanjangan tangan Pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan pembangunan
infrastruktur di Indonesia, maka Perseroan memiliki peranan sebagai fasilitator
dan katalisator bagi Pemilik Proyek dan Pemberi Dana/Investor dengan kerangka
kerja sebagaimana dimuat dalam bagan di bawah ini.
Terkait
dengan perannya selaku fasilitator dan katalisator, maka Perseroan akan
bekerjasama dengan pihak-pihak terkait, seperti regulator, pemilik proyek dan
investor untuk meningkatkan kapasitas pembiayaan pembangunan infrastruktur
sebagaimana bagan di bawah ini:
Peran sebagai fasilitator dan
katalisator ini dapat dipenuhi apabila Perseroan memperoleh dukungan dari
Pemerintah, adanya kesamaan tujuan dari para stakeholders, penyesuaian/dukungan
regulasi yang kondusif bagi pemilik proyek maupun investor untuk mendorong
percepatan pembangunan infrastruktur, kesiapan proyek-proyek yang layak untuk
dibiayai serta adanya koordinasi antar instansi terkait.
2) Model Bisnis
Dalam
menjalankan fungsinya sebagai katalis pembiayaan infrastruktur di Indonesia Perseroan
mengembangkan skema-skema kerja sama dengan pihak-pihak pemberi dana lainnya
dari dalam maupun luar negeri seperti Pemerintah Pusat dan Daerah, investor
swasta, sektor perbankan, dana investasi, dan institusi pendanaan
internasional. Ada tiga skema model kerjasama bisnis (business model) yang
telah dikembangkan seperti tergambar dan diuraikan sebagai berikut :
a. Business Model A
Perseroan secara bersama-sama
dengan co-investor/financier melakukan coinvestment/ financing langsung kepada
proyek infrastruktur. Model bisnis ini secara umum akan cocok untuk ditawarkan
kepada calon co-investor/financier lokal dan untuk nilai pembiayaan yang
relatif kecil. Karena fleksibilitas dan kesederhanaan struktur pembiayaannya,
model ini juga cocok digunakan untuk melayani kebutuhan pembiayaan yang relatif
cepat. Tipe pengembalian tergantung pada tipe pembiayaan yang diberikan
(pinjaman atau penyertaan modal).
b. Business Model B
Perseroan secara bersama-sama
dengan co-investor/financier melakukan coinvestment/ financing kepada proyek
infrastruktur secara tidak langsung. Sebelum membiayai proyek Perseroan dan
co-investor/financier membentuk sebuah Joint Venture Company (JV) dengan
menyetujui penyertaan modal yang akan diberikan kepada JV tersebut. Selanjutnya
JV tersebut dapat melakukan pembiayaan secara langsung kepada proyek
infrastruktur. Model ini dikembangkan terutama untuk melayani permintaan
calon-calon co-investor/financier asing maupun untuk melayani kebutuhan
pembiayaan proyek yang relatif besar. Menimbang kompleksitas proses untuk
mencapai pembiayaan kepada proyek sehingga membutuhkan persiapan dan waktu yang
relatif lama, oleh karena itu model ini lebih cocok untuk digunakan sebagai
media pembiayaan yang sifatnya berulang atau multi project. Tipe pengembalian kepada
JV tergantung pada tipe pembiayaan yang diberikan (pinjaman atau penyertaan
modal).
c. Business Model C
Selain kedua model di atas,
Perseroan juga mengembangkan model ketiga untuk mengakomodasi penyaluran hutang
(loan channeling) untuk membiayai proyek melalui Perseroan. Model ini banyak
digunakan oleh lembaga publik asing maupun multilateral yang mempunyai skema
pembiayaan bunga rendah namun khusus untuk kegiatan tertentu (misalnya suatu
sektor infrastruktur tertentu). Tipe pengembalian kepada Perseroan tergantung
pada tipe pembiayaan yang diberikan (pinjaman atau penyertaan modal).
Selain ketiga business model di
atas, Perseroan menawarkan kesempatan kepada calon investor untuk mendiskusikan
bentuk kerjasama lain yang paling sesuai bagi calon investor tersebut.
3) Jenis Pembiayaan
Perseroan mempunyai beberapa
jenis pembiayaan yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan:
a. Pinjaman Senior:
Pinjaman kepada proyek-proyek
infrastruktur di mana Perseroan bertindak sebagai pemberi pinjaman utama (senior) terhadap proyek.
b. Pinjaman Subordinasi/Mezzanine:
Pinjaman kepada proyek-proyek
infrastruktur di mana Perseroan bertindak sebagai pemberi pinjaman yunior
terhadap proyek.
c. Pinjaman Convertible:
Skema pembiayaan dengan skenario
konversi menjadi saham pada saat jatuh tempo.
d. Investasi Ekuitas:
Investasi langsung ke
proyek-proyek infrastruktur melalui kepemilikan saham
e. Pembiayaan Kontrak:
Pinjaman modal kerja kepada para
kontraktor yang mengerjakan proyek-proyek infrastruktur. Pembayaran pinjaman
berdasarkan kontrak dari pemilik proyek.
f. Pembiayaan Invoice:
Pinjaman modal kerja kepada para
kontraktor yang mengerjakan proyek-proyek infrastruktur. Pembayaran pinjaman
berdasarkan piutang proyek.
4) Sinergi di Dalam Kerjasama Pemerintah Swasta
Unsur-unsur
di dalam KPS akan bersinergi di dalam pelaksanaannya sebagaimana terlihat di
dalam bagan berikut :
Badan Usaha yang terpilih akan
menandatangani perjanjian konsesi dengan GCA dan perjanjian penjaminan dengan
PII yang didukung dengan perjanjian regresi antara PII dan GCA. Selanjutnya,
Badan Usaha tersebut dapat menjalin kerjasamam dengan membuat perjanjian
pembiayaan dengan PT SMI maupun dengan sumber-sumber pendanaan/ pemodal
lainnya.
5) Proses Persetujuan Pembiayaan
Kriteria yang digunakan oleh
Perseroan dalam menseleksi proyek-proyek yang akan diberikan pembiayaan adalah
sebagai berikut:
1. Memenuhi kriteria kegiatan
pembangunan infrastruktur sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden No.
9/2009 dan Peraturan Menteri Keuangan No. 100/PMK.010/2009
2. Calon perusahaan yang
memperoleh pembiayaan memenuhi profil yang memadai (character,capital,
capacity, collateral, condition of economy)
3. Proyek memiliki feasibility
yang memadai baik dari aspek yuridis, teknis, organisasi/ manajemen, keuangan,
sosial, dan lingkungan.
Selanjutnya PT SMI akan melakukan
evaluasi risiko sesuai dengan parameter risiko yang telah disepakati, penajaman
prioritas pembiayaan serta melakukan mitigasi risiko termasuk diantaranya
adalah melakukan risk sharing dengan cara mengupayakan co-financing dengan
calon penyedia dana lain.
Terobosan Yang Pernah Dan Akan Diterapkan Oleh PT SMI Dalam Pembiayaan
Investasi KPS Di Indonesia.
Dari portofolio pembiayaan yang
dimiliki PT SMI hingga tahun 2010, sektor ketenagalistrikan menempati urutan
pertama dalam menyerap komitmen pembiayaan di PT SMI dengan porsi sebesar 57%,
sedangkan sektor minyak dan gas bumi serta transportasi menjadi yang terkecil
dengan porsi sebesar masing-masing 2%.
Sektor ketenagalistrikan menjadi sektor
terbesar yang menyerap dikarenakan investor ketanagalistrikan relatif lebih
siap untuk pembiayaan, baik dari sisi pemenuhan persyaratan maupun persiapan
proyek yang akan dibiayai.
Berikut
ini gambaran persentase komitmen pembiayaan yang telah diberikan oleh Perseroan
berdasarkan sektor:
Tingginya penyerapan di sektor
ketenaga listrikan di sebabkan oleh banyaknya proyek proyek yang sedang
dikembangkan dengan pola KPS namun tidak masuk dalam Blue Book Bappenas.
Proyek-proyek tersebut terdiri dari beberapa proyek skala kecil dan menengah
KetenagalistrikanPelabuhan yang mana
pembiayaan oleh PT SMI dapat dieksekusi dengan relatif lebih cepat dengan
kondisi sbb:
• Skema Independent Power
Producer ( IPP) di sektor listrik dengan single-credible buyer (PLN) dan harga
yang pasti (minihydro) sangat menarik investor
• Dengan skala kecil risiko
relatif lebih mampu termitigasi
• Tidak berhak memperoleh
penjaminan dari PT PII
Dengan kondisi diatas PT SMI
melengkapi mitigasi risiko dengan kolateral maupun exit strategy yang kuat PT
SMI telah memulai dan menjadi pelopor pembiayaan kepada proyek skala kecil di
sektor ketenagalistrikan, yang mana perbankan belum berminat untuk menyalurkan
pembiayaan mereka kepada proyek skala kecil tersebut.
Pada periode 2010, PT SMI telah
berhasil melakukan pembiayaan investasi untuk pertamakalinya kepada proyek
Pembangkit Listrik Tenaga Gasifikasi Batubara yang terletak di Kabupaten Melak
Kalimantan Timur dan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di
Kecamatan Pakkat Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Pembiayaan
tersebut merupakan bentuk dukungan PT SMI terhadap Pemerintah (PLN) dalam
menurunkan biaya produksi lebih rendah daripada pembangkit listrik berbahan
bakar solar. Biaya produksi listrik lebih rendah karena proyek ini merupakan
proyek renewable energi.
Beberapa Proyek swasta yang
menjadi portofolio pembiayaan PT SMI saat ini di sektor ketenaga listrikan
adalah sebagai berikut:
a. PLTA Mobuya yang berlokasi di
Kabupaten Bolaang Mangondow (Sulawesi Utara) dan PLTGB Melak di Kabupaten Melak
Kalimantan Timur.
b. PLTM Pakkat di Pakkat
Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatra Utara.
c. PLTM Lubuk Gadang di Lubuk
Gadang Sumatra Barat.
d. PLTM Situmulya di Kabupaten
Lebak Banten
Dalam rangka mempercepat proses
pembiayaan dan perkuatan struktur permodalan calon debitur PT SMI berusaha
bekerjasama dengan institusi international lain seperti:
a. Industrial Decisions Inc.
(IDI) dari Jepang terkait minatnya untuk melakukan investasi komplementer
terhadap pembiayaan Perseroan di sektor energi terbarukan. Produk pembiayaan
IDI adalah berbasis investasi ekuitas. IDI telah berpartisipasi dalam
pembiayaan proyek PLTM Lubuk Gadang di mana IDI berperan sebagai mezzanine
investor, sementara PT SMI berperan sebagai senior creditor.
b. Bank ANZ terkait dengan
minatnya untuk melakukan Investasi pembiayaan pada sektor Oil & Gas. Saat
ini dalam proses finalisasi pembiayaan bersama berbentuk club deal untuk
pembiayaan perusahaan Oil & Gas yang memiliki usaha di Jawa tengah.
Beberapa Contoh Pola Pembiyaan Proyek KPS Yang Pernah Dilakukan PT SMI
1) Pembiayaan Langsung Oleh PT SMI
a. Proyek Pengembangan Penyediaan Air di Jakarta.
PT SMI telah memberikan
pembiayaan untuk pendanaan proyek Rehabilitasi, Penambahan dan Pengadaan
Saluran Air Minum dalam bentuk pembiayaan belanja modal (capex) kepada
sebuah perusahaan penyedia jasa air
bersih bagi area industri, area bisnis maupun pemukiman penduduk dengan wilayah
operasional meliputi Jakarta Timur, sebagian Jakarta Pusat dan Jakarta Utara.
Perusahaan tersebut mendapat konsesi untuk melakukan usaha selama 25 tahun
berdasarkan Perjanjian Kerjasama dengan Perusahaan Daerah Air Minum DKI Jakarta
(PAM Jaya). Kerjasama ini berlaku efektif sejak tanggal 1 Februari 1998 hingga
tanggal 31 Januari 2023.
b. Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Sulawesi Utara dan
Proyek Pembangkit
Listrik Tenaga Gasifikasi Batubara (PLTGB) di
Kalimantan Timur
Proyek Mobuya Kapasitas 3x1 MW
yang berlokasi di desa Mobuya Kecamatan Passi Timur Kabupaten Bolaang Mangondow
(Sulawesi Utara) dan PLTGB Melak 6MW di Kabupaten Melak Kalimantan Timur. PT
SMI telah memberikan fasilitas pembiayaan untuk refinancing PLTA Mobuya dan
pembiayaan Investasi untuk PLTGB Melak di Kutai Barat Kalimantan Timur.
Pembiayaan ini menjadi satu paket dimana kelebihan pendapatan PLTA Mobuya
menjamin pembayaran PLTGB Melak pada tahap awal pembiayaan.
PLTGB Melak merupakan Pembangkit
Listrik Tenaga Gasifikasi Batubara pertama yang terletak di Kabupaten Melak
Kalimantan Timur. PLTGB merupakan pembangkit yang ramah lingkungan (Clean
Energy)c. Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hydro (PLTM) di Sumateran Utara .
PLTM Pakkat merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Minihydro. PT SMI telah memberikan komitment fasilitas pembiayaan Investasi. Pembangunan Proyek ini dilatarbelakangi oleh sering terjadinya pemadaman listrik secara bergiliran di Provinsi Sumatera Utara yang disebabkan pertumbuhan ekonomi yang pesat yang belum diimbangi peningkatan daya listrik
d. Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hydro di Sumatera Barat.
PLTM Lubuk Gadang, Kapasitas 8 MW , berlokasi di Sungai Batang Sangir, Desa Teluk Air Putih, Kecamatan Sangir, Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat. Merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Mini hydro. PT SMI telah memberikan fasilitas pembayaan Investasi. Proyek akan menghasilkan fasilitas pembangkitan listrik yang mengkonversi tenaga air yang mengalir di sungai menjadi listrik.
e. Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hydro di Banten.
PLTM Situmulya, Kapasitas 2x1 MW
berlokasi Sungai Situmulya, Kabupaten Lebak, Banten Proyek merupakan Pembangkit
Listrik Tenaga Minihidro.PT SMI telah memberikan komitmen Pembiayaan Investasi.
Proyek akan menghasilkan fasilitas pembangkitan listrik yang mengkonversi
tenaga air yang mengalir di sungai menjadi listrik.
2) Penugasan Fasilitasi Penyiapan Proyek Show Case KPS
Berdasarkan Nota Kesepahaman
antara Menteri Keuangan, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas, dan Kepala BKPM tentang Koordinasi Fasilitasi dan Pemberian
Dukungan Pelaksanaan Percepatan Realisasi Proyek Kerjasama Pemerintah dengan
Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur yang ditandatangani pada tanggal 18 Agustus
2010, salah satu tugas Menteri Keuangan adalah memfasilitasi penyiapan proyek Kerjasama
Pemerintah dan Swasta (KPS) terkait dengan dukungan dan jaminan pemerintah dimulai
dari tahap pelaksanaan (executing) melalui Lembaga Pembiayaan Infrastruktur (PT
SMI).
Selanjutnya melalui Keputusan
Menteri Keuangan (KMK) Nomor 126/KMK.01/2011 tertanggal 2 Mei 2011 tentang
Penugasan Kepada Perusahaan Perseroan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero)
untuk Fasilitasi Penyiapan Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha,
Pemerintah telah menetapkan bahwa Proyek Sistem Penyediaan Air Minum Umbulan
(Proyek SPAM Umbulan) dan Proyek Kereta Api Bandara Soekarno Hatta – Manggarai
(Proyek KA Bandara) sebagai proyek KPS Infrastruktur yang akan di fasilitasi penyiapannya
oleh PT SMI.
Fasilitasi tersebut bertujuan
untuk membantu Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) dalam mempersiapkan
proyek KPS dimulai dari tahap persiapan hingga tahap transaksi proyek yang
meliputi kegiatan: (i) Pendampingan terhadap PJPK Proyek KPS; (ii) Penyusunan pra-studi
kelayakan Proyek KPS sesuai dengan Perpres KPS, Panduan KPS Umum, dan Panduan
KPS Sektor; (iii) Penjajakan minat investor (market sounding); (iv) Penyiapan dokumen
pelelangan umum sesuai dengan Perpres KPS, Panduan KPS Umum, dan Panduan KPS
Sektor SPAM; (v) Asistensi pelaksanaan pelelangan; dan (vi) Dukungan untuk
tercapainya Perolehan Pembiayaan (Financial Close).
Kapasitas PT SMI Dalam Membiayai Proyek KPS Untuk Minimal 5 Tahun
Kedepan.
Total project cost yang termasuk
dalam pipeline pembiayaan PT SMI sampai dengan saat ini (2011) adalah sebesar
Rp57,513 Triliun. Project tersebut meliputi sektor-sektor ketenagalistrikan,
transportasi, jalan, telekomunikasi, air minum, air limbah dan minyak dan gas bumi.
Berikut gambaran dari pipeline tersebut berdasarkan nilai proyek.
Selanjutnya, PT SMI akan melakukan pembiayaan infrastruktur dan pengembangan KPS bagi
pembangunan infrastruktur
nasional serta untuk bermitra dengan sumber pembiayaan lain baik yang berasal
dari swasta nasional maupun internasional
Guna menghimpun dana pembiayaan infrastruktur
yang lebih besar PT SMI menggandeng sejumlah institusi multilateral untuk
mendirikan anak perusahaan PT Indonesia Infrastruktur Finance (PT IIF), dengan
menyediakan dana Rp600 Miliar berbentuk setoran modal kepada PT IIF. Saat ini
PT IIF memiliki komitmen modal dari para Pendiri sebesar Rp1,6 Triliun serta
dukungan loan Rp2 Triliun dari World Bank dan ADB dengan tenor 25 Tahun. Dengan
terbentuknya PT IIF ini, diharapkan PT SMI bisa lebih fleksibel dalam bekerjasama
dengan investor sehingga pertumbuhannnya lebih cepat.
Di masa mendatang PT SMI
berencana memasuki pasar modal untuk memperoleh tambahan sumber dana, baik
dalam bentuk penerbitan Obligasi, kerjasama pembentukan funds berbasis
infrastruktur atau pun sekuritisasi portofolio aset infrastruktur.
sumber :