Jumat, 06 November 2015

Projek Kerjasama pemerintah dan Swasta

Beberapa proyek pemerintah seperti jalan tol, pengelolaan air minum, listrik dan telekomunikasi ditawarkan kepada swasta sebagai proyek kerjasama. Bahkan di tingkat lokal, beberapa daerah melibatkan pihak swasta dalam berbagai proyek infrastruktur mereka.  Misalnya Pemerintah DKI Jakarta dengan Proyek Mass Rapid Transport (MRT), Pengelolaan Air Minum Tirta Nadi di Medan atau rencana pembangunan Pasar Modern Angso Duo di Jambi yang merupakan contoh kerja sama pemerintah daerah dengan pihak swasta berkaitan dengan pembangunan infrastruktur.
Masuknya pihak swasta melalui pola kemitraan dengan pemerintah memiliki beberapa manfaat, diantaranya adalah (partnership, 2011):
  1. Tersedianya alternatif berbagai sumber pembiayaan;
  2. Pelaksanaan penyediaan infrastruktur lebih cepat;
  3. Berkurangnya beban (APBN/APBD) dan risiko pemerintah;
  4. Infrastruktur yang dapat disediakan semakin banyak;
  5. Kinerja layanan masyarakat semakin baik;
  6. Akuntabilitas dapat lebih ditingkatkan;
  7. Swasta menyumbangkan modal, teknologi, dan kemampuan manajerial.
dari berbagai manfaat kerjasama pemerintah dan swasta di atas cukup memberi gambaran mengapa Public Private Partnership dapat menjadi sebuah solusi untuk mengatasi permasalahan pembangunan infrastruktur yang sering terkendala karena masalah pendanaan, teknologi, maupun manajerial. Selanjutnya melalui tulisan ini sedikit akan diulas tentang apa dan bagaimana konsep kerjasama pemerintah dan swasta khususnya dalam penyediaan fasilitas publik serta bagaimana implementasinya di Indonesia.
Kerjasama Pemerintah Swasta (Public Private Partnership/PPP)

Konsep kerjasama pemerintah dan swasta memiliki dimensi yang cukup luas, sehingga berbagai institusi mendefinisikan dengan cara yang berbeda. Meskipun demikian, esensi Public Private Partnership terletak pada kerjasama penyediaan hingga pengoperasian infrastruktur publik yang melibatkan pihak pemerintah dan swasta. Bank Dunia (2012) misalnya, memberikan definisi Public Private Partnership (PPP) sebagai suatu kontrak jangka panjang antara pihak pemerintah dan swasta untuk menyediakan barang dan layanan publik, dimana pihak swasta menanggung resiko secara signifikan dan bertanggungjawab dalam pengelolaan proyek kerjasama.  

Jadi istilah kerjasama pemerintah dan swasta (public private partnership) memiliki  4 (empat) prinsip dasar, yaitu (partnership, 2011) :
  1. Adanya pembagian risiko antara pemerintah dan swasta dengan memberi pengelolaan jenis risiko kepada pihak yang dapat mengelolanya.
  2. Pembagian risiko ini ditetapkan dengan kontrak di antara pihak dimana pihak swasta diikat untuk menyediakan layanan dan pengelolaannya atau kombinasi keduanya .
  3. Pengembalian investasi dibayar melalui pendapatan proyek (revenue) yang dibayar oleh pengguna (user charge).
  4. Kewajiban penyediaan layanan kepada masyarakat tetap pada pemerintah, untuk itu bila swasta tidak dapat memenuhi pelayanan (sesuai kontrak), pemerintah dapat mengambil alih.
Model Public Private Partnership

Kerjasama pemerintah dengan pihak swasta dalam skema public private partnership memiliki berbagai bentuk dan tidak ada satupun model yang persis sama dengan model lainnya. Dalam prakteknya merupakan kombinasi dari fungsi-fungsi berikut :

Design-Build-Finance-Operate (DBFO). Model ini merupakan bentuk paling umum dari PPP. Model ini mengintegrasikan empat fungsi dalam kontrak kemitraan mulai dari perancangan, pembangunan, pembiayaan hingga pengoperasian. Penyediaan infrastruktur publik dibiayai dari penghimpunan dana swasta seperti perbankan dan pasar modal. Penyedia akan membangun, memelihara dan mengoperasikan infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan sektor publik. Penyedia akan dibayar sesuai dengan layanan yang diberikan untuk suatu standar kinerja tertentu sesuai kontrak.
Design-Build-Operate (DBO), merupakan salah satu variasi model DBFO. Dalam model ini, pemerintah menyediakan dana untuk perancangan dan pembangunan fasilitas publik. Setelah proyek selesai, fasilitas diserahkan kepada pihak swasta untuk mengoperasikannya dengan biaya pengelolaan ditanggung oleh pihak swasta.
Penerapan di Indonesia
Saat ini kerjasama pemerintah dengan swasta yang populer di Indonesia dengan istilah KPS dilaksanakan dengan berpedoman kepada ketentuan-ketentuan berikut, yaitu :
  1. Peraturan Presiden RI Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.
  2. Peraturan Presiden RI Nomor 13 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Peraturan Presiden RI Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.
  3. Peraturan Presiden RI Nomor 56 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden RI Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.
  4. Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 3 Tahun 2012 tentang Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.
  5. Peraturan Presiden RI Nomor 66 Tahun 2013 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.
Tahapan Pelaksanaan Proyek Kerjasama Pemerintah dan Swasta

  • Perencanaan Proyek, meliputi kegiatan identifikasi dan pemilihan Proyek dan Penetapan Prioritas Proyek Kerjasama.
  • Penyiapan Proyek, meliputi kajian awal prastudi kelayakan (Outline Business Case) dan kajian kesiapan proyek kerjasama (Project Readness).
  • Transaksi Proyek, meliputi penyelesaian prastudi kelayakan, dan pelelangan umum badan usaha dan.
  • Manajemen Pelaksanaan Proyek yang meliputi perencanaan manajemen pelaksanaan perjanjian kerjasama dan implementasi manajemen pelaksanaan perjanjian kerjasama
    Proses Pembangunan & Pelaksanaan KPS 
  • Tinjauan singkat Proses Pengembangan dan Pelaksanaan KPS
  • Pemilihan Proyek 
  • Konsultasi Publik 
  • Studi Kelayakan
  • Tinjauan Risiko
  • Bentuk Kerjasama
  • Dukungan Pemerintah
  • Pengadaan
  • Pelaksanaan Proyek 
  • Pemantauan

Tujuan pemantauan proyek KPS adalah:•Memastikan operasi proyek sesuai dengan pera turan-peraturan•Memastikan bahwa hasil pelaksanaan telahsesuai dengan PK, khususnya sebagaimanadiperlukan untuk penyesuaian tarif •Menangani berbagai macam perubahan danatau masalah yang mungkin muncul. Ini meru-pakan hal yang penting karena PK untuk proyek-proyek KPS pada umumnya memiliki jangkawaktu yang lama, sehingga biasanya diukur perdasawarsa bukan per tahun.•Antisipasi pengalihan aset kembali kepada Pemerintah (jika ada).

Contoh Kerjasama Pemerintah dan Swasta

PEMBIAYAAN INVESTASI SEBAGAI UPAYA MEMPERCEPAT PENYELENGGARAAN
INFRASTRUKTUR BERKELANJUTAN
PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero)
 
Pembiayaan Investasi Proyek Kerjasama Pemerintah-Swasta Oleh PT Sarana Multi
Infrastruktur (Persero) Sebagai Institusi Pembiayaan Non Bank Komersial Di Indonesia
Untuk mencapai target menjadi negara maju dan menjadi salah satu kekuatan dunia pada tahun 2030, Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi tinggi yang berkelanjutan dan berdaya saing. Guna merealisasikan hal tersebut salah satu prasyarat yang diperlukan adalah dukungan infrastruktur yang baik. Mempertimbangkan kondisi infrastruktur yang ada saat ini, percepatan pembangunan infrastruktur sangat dibutuhkan. Ketersediaan infrastruktur yang baik akan mempercepat gerak pembangunan ekonomi dan meningkatkan daya saing.

Saat ini investasi untuk pembangunan infrastruktur sangat besar yaitu Rp1.786 Triliun. Alokasi anggaran Pemerintah untuk pembangunan infrastruktur sangatlah terbatas. Gap yang masih harus diisi sangat significant yaitu sebesar Rp1.457 Triliun. 
Guna mengisi gap tersebut, Pemerintah mengajak pihak swasta untuk turut berpartisipasi dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia dengan mengembangkan skema Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). 

Dalam upaya mempercepat pembangunan infrastruktur dengan skema KPS, diperlukan persiapan proyek yang memadai, pendanaan yang sesuai dengan karakteristik investasi proyek infrastruktur, serta dukungan dan jaminan Pemerintah. Saat ini lembaga pembiayaan yang ada, seperti perbankan maupun lembaga keuangan bukan bank, belum secara optimal memberikan kontribusinya terhadap pendanaan proyek-proyek infrastruktur. Oleh karena itu diperlukan lembaga keuangan yang bisa memfasilitasi pembiayaan infrastruktur dengan memberikan tenor pembiayaan jangka panjang dan suku bunga tetap. Hal ini sangat diperlukan mengingat proyekproyek infrastruktur memerlukan tingkat pengembalian investasi dalam jangka waktu yang cukup panjang.

Hingga saat ini sumber-sumber dana jangka panjang seperti Dana Pensiun, Asuransi, dan Reksadana masih diinvestasikan pada instrumen pasar modal yang tidak terkait langsung dengan pembiayaan infrastruktur. Dengan kehadiran lembaga pembiayaan yang khusus menangani pembiayaan infrastruktur, diharapkan akan terjadi memobilisasi sumber dana jangka panjang untuk mendorong investasi dalam proyek-proyek infrastruktur di Indonesia. Peran lembaga pembiayaan infrastruktur sangat krusial karena akan menjadi katalis yang menjembatani sumber dana jangka panjang dengan investasi dalam proyek-proyek infrastruktur di Indonesia.

Salah satu misi yang ingin dicapai Pemerintah di dalam membentuk lembaga pembiayaan infrastruktur seperti PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) (PT SMI) dan PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) adalah menjadi katalis percepatan pembangunan infrastruktur nasional dengan menarik dana-dana swasta baik dari dalam maupun luar negeri untuk membantu pembangunan infrastruktur Indonesia.

Lingkup Dan Pengembangan Layanan PT SMI
1) Kerangka Kerja
 Sebagai perpanjangan tangan Pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan pembangunan infrastruktur di Indonesia, maka Perseroan memiliki peranan sebagai fasilitator dan katalisator bagi Pemilik Proyek dan Pemberi Dana/Investor dengan kerangka kerja sebagaimana dimuat dalam bagan di bawah ini.
 Terkait dengan perannya selaku fasilitator dan katalisator, maka Perseroan akan bekerjasama dengan pihak-pihak terkait, seperti regulator, pemilik proyek dan investor untuk meningkatkan kapasitas pembiayaan pembangunan infrastruktur sebagaimana bagan di bawah ini:
Peran sebagai fasilitator dan katalisator ini dapat dipenuhi apabila Perseroan memperoleh dukungan dari Pemerintah, adanya kesamaan tujuan dari para stakeholders, penyesuaian/dukungan regulasi yang kondusif bagi pemilik proyek maupun investor untuk mendorong percepatan pembangunan infrastruktur, kesiapan proyek-proyek yang layak untuk dibiayai serta adanya koordinasi antar instansi terkait.

2) Model Bisnis
Dalam menjalankan fungsinya sebagai katalis pembiayaan infrastruktur di Indonesia Perseroan mengembangkan skema-skema kerja sama dengan pihak-pihak pemberi dana lainnya dari dalam maupun luar negeri seperti Pemerintah Pusat dan Daerah, investor swasta, sektor perbankan, dana investasi, dan institusi pendanaan internasional. Ada tiga skema model kerjasama bisnis (business model) yang telah dikembangkan seperti tergambar dan diuraikan sebagai berikut :





a. Business Model A
Perseroan secara bersama-sama dengan co-investor/financier melakukan coinvestment/ financing langsung kepada proyek infrastruktur. Model bisnis ini secara umum akan cocok untuk ditawarkan kepada calon co-investor/financier lokal dan untuk nilai pembiayaan yang relatif kecil. Karena fleksibilitas dan kesederhanaan struktur pembiayaannya, model ini juga cocok digunakan untuk melayani kebutuhan pembiayaan yang relatif cepat. Tipe pengembalian tergantung pada tipe pembiayaan yang diberikan (pinjaman atau penyertaan modal).

b. Business Model B
Perseroan secara bersama-sama dengan co-investor/financier melakukan coinvestment/ financing kepada proyek infrastruktur secara tidak langsung. Sebelum membiayai proyek Perseroan dan co-investor/financier membentuk sebuah Joint Venture Company (JV) dengan menyetujui penyertaan modal yang akan diberikan kepada JV tersebut. Selanjutnya JV tersebut dapat melakukan pembiayaan secara langsung kepada proyek infrastruktur. Model ini dikembangkan terutama untuk melayani permintaan calon-calon co-investor/financier asing maupun untuk melayani kebutuhan pembiayaan proyek yang relatif besar. Menimbang kompleksitas proses untuk mencapai pembiayaan kepada proyek sehingga membutuhkan persiapan dan waktu yang relatif lama, oleh karena itu model ini lebih cocok untuk digunakan sebagai media pembiayaan yang sifatnya berulang atau multi project. Tipe pengembalian kepada JV tergantung pada tipe pembiayaan yang diberikan (pinjaman atau penyertaan modal).

c. Business Model C
Selain kedua model di atas, Perseroan juga mengembangkan model ketiga untuk mengakomodasi penyaluran hutang (loan channeling) untuk membiayai proyek melalui Perseroan. Model ini banyak digunakan oleh lembaga publik asing maupun multilateral yang mempunyai skema pembiayaan bunga rendah namun khusus untuk kegiatan tertentu (misalnya suatu sektor infrastruktur tertentu). Tipe pengembalian kepada Perseroan tergantung pada tipe pembiayaan yang diberikan (pinjaman atau penyertaan modal).
Selain ketiga business model di atas, Perseroan menawarkan kesempatan kepada calon investor untuk mendiskusikan bentuk kerjasama lain yang paling sesuai bagi calon investor tersebut.

3) Jenis Pembiayaan
Perseroan mempunyai beberapa jenis pembiayaan yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan:
a. Pinjaman Senior:
Pinjaman kepada proyek-proyek infrastruktur di mana Perseroan bertindak sebagai pemberi pinjaman utama (senior) terhadap proyek.
b. Pinjaman Subordinasi/Mezzanine:
Pinjaman kepada proyek-proyek infrastruktur di mana Perseroan bertindak sebagai pemberi pinjaman yunior terhadap proyek.
c. Pinjaman Convertible:
Skema pembiayaan dengan skenario konversi menjadi saham pada saat jatuh tempo.
d. Investasi Ekuitas:
Investasi langsung ke proyek-proyek infrastruktur melalui kepemilikan saham
e. Pembiayaan Kontrak:
Pinjaman modal kerja kepada para kontraktor yang mengerjakan proyek-proyek infrastruktur. Pembayaran pinjaman berdasarkan kontrak dari pemilik proyek.
f. Pembiayaan Invoice:
Pinjaman modal kerja kepada para kontraktor yang mengerjakan proyek-proyek infrastruktur. Pembayaran pinjaman berdasarkan piutang proyek.

4) Sinergi di Dalam Kerjasama Pemerintah Swasta
Unsur-unsur di dalam KPS akan bersinergi di dalam pelaksanaannya sebagaimana terlihat di dalam bagan berikut :
Badan Usaha yang terpilih akan menandatangani perjanjian konsesi dengan GCA dan perjanjian penjaminan dengan PII yang didukung dengan perjanjian regresi antara PII dan GCA. Selanjutnya, Badan Usaha tersebut dapat menjalin kerjasamam dengan membuat perjanjian pembiayaan dengan PT SMI maupun dengan sumber-sumber pendanaan/ pemodal lainnya.

5) Proses Persetujuan Pembiayaan
Kriteria yang digunakan oleh Perseroan dalam menseleksi proyek-proyek yang akan diberikan pembiayaan adalah sebagai berikut:
1. Memenuhi kriteria kegiatan pembangunan infrastruktur sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden No. 9/2009 dan Peraturan Menteri Keuangan No. 100/PMK.010/2009
2. Calon perusahaan yang memperoleh pembiayaan memenuhi profil yang memadai (character,capital, capacity, collateral, condition of economy)
3. Proyek memiliki feasibility yang memadai baik dari aspek yuridis, teknis, organisasi/ manajemen, keuangan, sosial, dan lingkungan.
Selanjutnya PT SMI akan melakukan evaluasi risiko sesuai dengan parameter risiko yang telah disepakati, penajaman prioritas pembiayaan serta melakukan mitigasi risiko termasuk diantaranya adalah melakukan risk sharing dengan cara mengupayakan co-financing dengan calon penyedia dana lain.

Terobosan Yang Pernah Dan Akan Diterapkan Oleh PT SMI Dalam Pembiayaan Investasi KPS Di Indonesia.
Dari portofolio pembiayaan yang dimiliki PT SMI hingga tahun 2010, sektor ketenagalistrikan menempati urutan pertama dalam menyerap komitmen pembiayaan di PT SMI dengan porsi sebesar 57%, sedangkan sektor minyak dan gas bumi serta transportasi menjadi yang terkecil dengan porsi sebesar masing-masing 2%. 
Sektor ketenagalistrikan menjadi sektor terbesar yang menyerap dikarenakan investor ketanagalistrikan relatif lebih siap untuk pembiayaan, baik dari sisi pemenuhan persyaratan maupun persiapan proyek yang akan dibiayai.
 
Berikut ini gambaran persentase komitmen pembiayaan yang telah diberikan oleh Perseroan berdasarkan sektor:
Tingginya penyerapan di sektor ketenaga listrikan di sebabkan oleh banyaknya proyek proyek yang sedang dikembangkan dengan pola KPS namun tidak masuk dalam Blue Book Bappenas. Proyek-proyek tersebut terdiri dari beberapa proyek skala kecil dan menengah KetenagalistrikanPelabuhan  yang mana pembiayaan oleh PT SMI dapat dieksekusi dengan relatif lebih cepat dengan kondisi sbb:
• Skema Independent Power Producer ( IPP) di sektor listrik dengan single-credible buyer (PLN) dan harga yang pasti (minihydro) sangat menarik investor
• Dengan skala kecil risiko relatif lebih mampu termitigasi
• Tidak berhak memperoleh penjaminan dari PT PII

Dengan kondisi diatas PT SMI melengkapi mitigasi risiko dengan kolateral maupun exit strategy yang kuat PT SMI telah memulai dan menjadi pelopor pembiayaan kepada proyek skala kecil di sektor ketenagalistrikan, yang mana perbankan belum berminat untuk menyalurkan pembiayaan mereka kepada proyek skala kecil tersebut.

Pada periode 2010, PT SMI telah berhasil melakukan pembiayaan investasi untuk pertamakalinya kepada proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gasifikasi Batubara yang terletak di Kabupaten Melak Kalimantan Timur dan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Kecamatan Pakkat Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Pembiayaan tersebut merupakan bentuk dukungan PT SMI terhadap Pemerintah (PLN) dalam menurunkan biaya produksi lebih rendah daripada pembangkit listrik berbahan bakar solar. Biaya produksi listrik lebih rendah karena proyek ini merupakan proyek renewable energi.

Beberapa Proyek swasta yang menjadi portofolio pembiayaan PT SMI saat ini di sektor ketenaga listrikan adalah sebagai berikut:
a. PLTA Mobuya yang berlokasi di Kabupaten Bolaang Mangondow (Sulawesi Utara) dan PLTGB Melak di Kabupaten Melak Kalimantan Timur.
b. PLTM Pakkat di Pakkat Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatra Utara.
c. PLTM Lubuk Gadang di Lubuk Gadang Sumatra Barat.
d. PLTM Situmulya di Kabupaten Lebak Banten 

Dalam rangka mempercepat proses pembiayaan dan perkuatan struktur permodalan calon debitur PT SMI berusaha bekerjasama dengan institusi international lain seperti:

a. Industrial Decisions Inc. (IDI) dari Jepang terkait minatnya untuk melakukan investasi komplementer terhadap pembiayaan Perseroan di sektor energi terbarukan. Produk pembiayaan IDI adalah berbasis investasi ekuitas. IDI telah berpartisipasi dalam pembiayaan proyek PLTM Lubuk Gadang di mana IDI berperan sebagai mezzanine investor, sementara PT SMI berperan sebagai senior creditor.
b. Bank ANZ terkait dengan minatnya untuk melakukan Investasi pembiayaan pada sektor Oil & Gas. Saat ini dalam proses finalisasi pembiayaan bersama berbentuk club deal untuk pembiayaan perusahaan Oil & Gas yang memiliki usaha di Jawa tengah.

Beberapa Contoh Pola Pembiyaan Proyek KPS Yang Pernah Dilakukan PT SMI
1) Pembiayaan Langsung Oleh PT SMI 
a. Proyek Pengembangan Penyediaan Air di Jakarta.

PT SMI telah memberikan pembiayaan untuk pendanaan proyek Rehabilitasi, Penambahan dan Pengadaan Saluran Air Minum dalam bentuk pembiayaan belanja modal (capex) kepada sebuah  perusahaan penyedia jasa air bersih bagi area industri, area bisnis maupun pemukiman penduduk dengan wilayah operasional meliputi Jakarta Timur, sebagian Jakarta Pusat dan Jakarta Utara. Perusahaan tersebut mendapat konsesi untuk melakukan usaha selama 25 tahun berdasarkan Perjanjian Kerjasama dengan Perusahaan Daerah Air Minum DKI Jakarta (PAM Jaya). Kerjasama ini berlaku efektif sejak tanggal 1 Februari 1998 hingga tanggal 31 Januari 2023.
b. Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Sulawesi Utara dan Proyek Pembangkit 
Listrik Tenaga Gasifikasi Batubara (PLTGB) di Kalimantan Timur
Proyek Mobuya Kapasitas 3x1 MW yang berlokasi di desa Mobuya Kecamatan Passi Timur Kabupaten Bolaang Mangondow (Sulawesi Utara) dan PLTGB Melak 6MW di Kabupaten Melak Kalimantan Timur. PT SMI telah memberikan fasilitas pembiayaan untuk refinancing PLTA Mobuya dan pembiayaan Investasi untuk PLTGB Melak di Kutai Barat Kalimantan Timur. Pembiayaan ini menjadi satu paket dimana kelebihan pendapatan PLTA Mobuya menjamin pembayaran PLTGB Melak pada tahap awal pembiayaan.
PLTGB Melak merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Gasifikasi Batubara pertama yang terletak di Kabupaten Melak Kalimantan Timur. PLTGB merupakan pembangkit yang ramah lingkungan (Clean Energy)
c. Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hydro (PLTM) di Sumateran Utara .
PLTM Pakkat merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Minihydro. PT SMI telah memberikan komitment fasilitas pembiayaan Investasi. Pembangunan Proyek ini dilatarbelakangi oleh sering terjadinya pemadaman listrik secara bergiliran di Provinsi Sumatera Utara yang disebabkan pertumbuhan ekonomi yang pesat yang belum diimbangi peningkatan daya listrik

d. Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hydro di Sumatera Barat.
PLTM Lubuk Gadang, Kapasitas 8 MW , berlokasi di Sungai Batang Sangir, Desa Teluk Air Putih, Kecamatan Sangir, Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat. Merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Mini hydro. PT SMI telah memberikan fasilitas pembayaan Investasi. Proyek akan menghasilkan fasilitas pembangkitan listrik yang mengkonversi tenaga air yang mengalir di sungai menjadi listrik.

e. Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hydro di Banten.


PLTM Situmulya, Kapasitas 2x1 MW berlokasi Sungai Situmulya, Kabupaten Lebak, Banten Proyek merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro.PT SMI telah memberikan komitmen Pembiayaan Investasi. Proyek akan menghasilkan fasilitas pembangkitan listrik yang mengkonversi tenaga air yang mengalir di sungai menjadi listrik.

2) Penugasan Fasilitasi Penyiapan Proyek Show Case KPS
Berdasarkan Nota Kesepahaman antara Menteri Keuangan, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, dan Kepala BKPM tentang Koordinasi Fasilitasi dan Pemberian Dukungan Pelaksanaan Percepatan Realisasi Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur yang ditandatangani pada tanggal 18 Agustus 2010, salah satu tugas Menteri Keuangan adalah memfasilitasi penyiapan proyek Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) terkait dengan dukungan dan jaminan pemerintah dimulai dari tahap pelaksanaan (executing) melalui Lembaga Pembiayaan Infrastruktur (PT SMI).

Selanjutnya melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 126/KMK.01/2011 tertanggal 2 Mei 2011 tentang Penugasan Kepada Perusahaan Perseroan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) untuk Fasilitasi Penyiapan Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha, Pemerintah telah menetapkan bahwa Proyek Sistem Penyediaan Air Minum Umbulan (Proyek SPAM Umbulan) dan Proyek Kereta Api Bandara Soekarno Hatta – Manggarai (Proyek KA Bandara) sebagai proyek KPS Infrastruktur yang akan di fasilitasi penyiapannya oleh PT SMI.

Fasilitasi tersebut bertujuan untuk membantu Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) dalam mempersiapkan proyek KPS dimulai dari tahap persiapan hingga tahap transaksi proyek yang meliputi kegiatan: (i) Pendampingan terhadap PJPK Proyek KPS; (ii) Penyusunan pra-studi kelayakan Proyek KPS sesuai dengan Perpres KPS, Panduan KPS Umum, dan Panduan KPS Sektor; (iii) Penjajakan minat investor (market sounding); (iv) Penyiapan dokumen pelelangan umum sesuai dengan Perpres KPS, Panduan KPS Umum, dan Panduan KPS Sektor SPAM; (v) Asistensi pelaksanaan pelelangan; dan (vi) Dukungan untuk tercapainya Perolehan Pembiayaan (Financial Close).

Kapasitas PT SMI Dalam Membiayai Proyek KPS Untuk Minimal 5 Tahun Kedepan.
Total project cost yang termasuk dalam pipeline pembiayaan PT SMI sampai dengan saat ini (2011) adalah sebesar Rp57,513 Triliun. Project tersebut meliputi sektor-sektor ketenagalistrikan, transportasi, jalan, telekomunikasi, air minum, air limbah dan minyak dan gas bumi. Berikut gambaran dari pipeline tersebut berdasarkan nilai proyek.

Selanjutnya, PT SMI akan melakukan pembiayaan infrastruktur dan pengembangan KPS bagi
 
pembangunan infrastruktur nasional serta untuk bermitra dengan sumber pembiayaan lain baik yang berasal dari swasta nasional maupun internasional
 Guna menghimpun dana pembiayaan infrastruktur yang lebih besar PT SMI menggandeng sejumlah institusi multilateral untuk mendirikan anak perusahaan PT Indonesia Infrastruktur Finance (PT IIF), dengan menyediakan dana Rp600 Miliar berbentuk setoran modal kepada PT IIF. Saat ini PT IIF memiliki komitmen modal dari para Pendiri sebesar Rp1,6 Triliun serta dukungan loan Rp2 Triliun dari World Bank dan ADB dengan tenor 25 Tahun. Dengan terbentuknya PT IIF ini, diharapkan PT SMI bisa lebih fleksibel dalam bekerjasama dengan investor sehingga pertumbuhannnya lebih cepat.
Di masa mendatang PT SMI berencana memasuki pasar modal untuk memperoleh tambahan sumber dana, baik dalam bentuk penerbitan Obligasi, kerjasama pembentukan funds berbasis infrastruktur atau pun sekuritisasi portofolio aset infrastruktur.

sumber :

 
 










Unknown

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 komentar:

Posting Komentar

ID LINE: k-awan

 
biz.