Minggu, 31 Januari 2016

Permasalahan yang di hadapi dari Konstruksi secara garis besar .




1.      Berkaitan erat dengan saling ketergantungan pengaruh biaya,mutu, dan waktu.?
Dalam   dunia konstruksi   yang   amat   kompetitif,   masalah pengendalian  biaya  proyek  merupakan  hal  yang  sangat  menentukan  keberhasilan kontraktor  dalam  proyek .proyek  yang  ditanganinya.Pembengkakan   biaya   pada   tahap pelaksanaan  proyek  konstruksi  sangat  tergantung  pada  perencanaan,  koordinasi  dan pengendalian dan juga perhitungan biaya dari kontraktor. Permasalahan yang  dihadapi dalam  proses  penyelenggaraan  konstruksi secara   garis   besar   dapat   digolongkan   menjadi   2   (Dipohusodo,   1996),   yang pertama adalah kelompok masalah yang berhubungan dengan factor-faktor biaya, mutu,  dan  waktu  seperti pekerjaan  terlambat  sehingga  biaya  tidak  hemat,  mutu pekerjaan    tidak    memenuhi    standar    yang    direncanakan. Sesuai dengan keadaan alamiahnya, mekanisme proses konstruksi melibatkan banyak unsur pelaksana konstruksi, sejak pemberi tugas atau pemilik sebagai pemrakarsa, para konsultan, kontraktor sebagai pembangun, pemasok material, sampai para pekerja bangunan.

2.      Masalah yang berkaitan dengan koordinasi dan pengaturan manajemen ?
Masalah-Masalah dalam Koordinasi
Peningkatan spesialisasi akan menaikkan kebutuhan akan koordinasi. Tetapi semakin besar derajat spesialisasi, semakin sulit bagi manajer untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan khusus dari satuan-satuan yang berbeda. Paul R. Lawrence dan Jay W. Lorch (Handoko, 2003:197) mengungkapkan 4 (empat) tipe perbedaan dalam sikap dan cara kerja yang mempersulit tugas pengkoordinasian, yaitu:
Perbedaan dalam orientasi terhadap tujuan tertentu.
Para anggota dari departemen yang berbeda mengembangkan pandangan mereka sendiri tentang bagaimana cara mencapai kepentingan organisasi yang baik. Misalnya bagian penjualan menganggap bahwa diversifikasi produk harus lebih diutamakan daripada kualtias produk.
Perbedaan dalam orientasi waktu.
Manajer produksi akan lebih memperhatikan masalah-masalah yang harus dipecahkan segera atau dalam periode waktu pendek. Biasanya bagian penelitian dan pengembangan lebih terlibat dengan masalah-masalah jangka panjang.
Perbedaan dalam orientasi antar-pribadi.
Kegiatan produksi memerlukan komunikasi dan pembuatan keputusan yang cepat agar prosesnya lancar, sedang bagian penelitian dan pengembangan mungkin dapat lebih santai dan setiap orang dapat mengemukakan pendapat serta berdiskusi satu dengan yang lain.
Perbedaan dalam formalitas struktur.
Setiap tipe satuan dalam organisasi mungkin mempunyai metode-metode dan standar yang berbeda untuk mengevaluasi program terhadap tujuan dan untuk balas jasa bagi karyawan.

Koordinasi
Koordinasi (coordination) adalah prose pengintregrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada satuan yang terpisah (department atau bidang-bidang fungsional) suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi sacara efisien.
Masalah-masalah Pencapaian Koordinasi yang Efektif
Peningkatan spesialisasi dan menaikan kebutuhan akan koordinasi. Emapt tipe perbedaan daalam sikap dan cara kerja di antara bermacam-macam individu dan department dalam organisasi yang memepersulit tugas pengkoordinasian bagian-bagian organisasi secara efektif, yaitu:
1.Perbedaan dalam organisasi terhadap tujuan tertentu.
2.Perbedaaan dalam orientasi waktu.
3.Perbedaan dalam orientasi anatar pribadi.
4.Perbedaan formalitas struktur.

Manajemen adalah suatu seni atau cara untuk menyelesaikan permasalahan dengan berkerja sama melalui orang lain atau sumberdaya lainnya. Sebagai suatu proses, manajemen memerlukan berbagai aspek pendukung untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan atau tujuan-tujuannya.
Koordinasi sebagai aspek penting manajemen,untuk mengetahui lebih jelas dan lebih dalam apa yang dimaksud dengan koordinasi sebagai suatu aspek penting dalam manajerial untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada.




3.      Contoh Proyek Kontruksi yang berhenti akibat ?
Menara Jakarta adalah sebuah menara yang pernah dicanangkan di ibu kota Jakarta, Indonesia, terletak di area Bandar Baru Kemayoran. menara ini memiliki tinggi 558 meter, setelah sempat terbengkalai pada kisaran 2004-2011, pihak terkait menyatakan untuk menghentikan proyek prestisius ini. Jika dilanjutkan, gedung ini masuk ke dalam jajaran gedung-gedung tertinggi di dunia. 

Sejarah dan Pembangunan : Menara Jakarta merupakan proyek besar yang dimulai pada masa pemerintahan Presiden Soeharto yang digagas sejak tahun 1995. Menara ini dimaksudkan untuk menjadi salah satu gedung tertinggi di dunia.

Sayembara desain (1996-1997) : Pembangunan menara itu pada awalnya dikembangkan oleh trio usahawan besar, yakni Sudwikatmono, Prajogo Pangestu, dan Henry Pribadi, melalui PT Indocitra Graha Bawana. Biayanya diperkirakan sekitar 400 juta dollar AS (waktu itu masih sekitar Rp 900 miliar).

Semula, Menara Jakarta akan dibangun di area Kuningan, tetapi Soerjadi Soedirdja, Gubernur DKI Jakarta waktu itu, tidak setuju, dan mengusulkan untuk membangunnya di daerah Kemayoran yang pertumbuhannya masih sulit.
Perusahaan-perusahaan desain arsitektur kaliber internasional diundang berpartisipasi dalam sebuah sayembara desain arsitektur untuk gedung tersebut. Ketentuan sayembara tersebut adalah bahwa gedung tersebut harus mengandung lambang Trilogi Pembangunan, Pancasila, dan 17 Agustus (hari kemerdekaan Republik Indonesia). Desain dan maket menara itu diperlihatkan kepada Mensesneg (waktu itu) Moerdiono selaku Ketua Badan Pengelola dan Pengembangan Bandar Baru Kemayoran di Sekretariat Negara.
Pada tahun 1996, Sayembara tersebut dimenangkan oleh Murphi/Iohn dari Amerika Serikat. Hanya saja, karena desain ini terlalu mahal untuk dikembangkan, maka pemerintah memilih desain dari pemenang kedua yakni East Chine Architecture Design & Research Institute (ECADI), yang juga membangun Shanghai Oriental Pearl Tower di China. Desain ECADI ini dipilih karena para juri menganggap desainnya sederhana dan masih bernuansa Asia.
Peresmian pembangunan dilakukan pada tahun 1997 oleh Gubernur Jakarta Soerjadi Soedirdja dan Mensesneg Moerdiono setelah disetujui oleh Presiden Soeharto di Bina Graha, Jakarta. Presiden Soeharto mengusulkan agar nama Menara Jakarta diganti menjadi Menara Trilogi.
Pembangunan Menara Trilogi mulai dilaksanakan tahun 1997. Karena anggaran membesar, pengembang mulai mencari suntikan dana dari investor asing. Total dana yang dibutuhkan menjadi sekitar 560 juta dollar AS (waktu itu sekitar Rp 1,2 triliun). Pihak asing ditargetkan memiliki sebagian saham dan sebagian lagi dimiliki pengembang dalam negeri.

Krisis ekonomi (1997) : Ketika terjadi krisis ekonomi di Asia pada tahun 1997, industri properti Indonesia pun jatuh sehingga banyak sekali proyek konstruksi yang ditunda maupun dibatalkan, termasuk Menara Trilogi. Dengan dihentikannya pembangunan Menara ini, beton-beton yang sudah ditanam dibiarkan mangkrak dan area tersebut menjadi genangan air yang luas.

Konsorsium baru (2003) : Setelah perekonomian Indonesia mulai bangkit kembali, Pemerintah Jakarta tetap akan meneruskan pembangunan Menara tersebut dengan kembali menyebut nama Menara Jakarta. Menara Jakarta pun dilanjutkan pada tahun 2003 melalui sebuah konsorsium baru, yakni PT Persada Japa Pamudja (PJP) yang terdiri dari para pengusaha besar nasional. Peresmian pembangunan menara yang diproyeksikan menjadi menara tertinggi di dunia itu dilakukan oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Bambang Kesowo dan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso pada tanggal 15 April 2004. Menurut Presiden Komisaris PT Prasada Japa Pamudja, yakni Abraham Alex Tanuseputra, Menara ini akan menjadi proyek besar dan merupakan eksistensi untuk menunjukkan kemampuan dan peradaban bangsa Indonesia guna mampu sejajar dengan bangsa lainnya di dunia, serta dibangun oleh putra putri bangsa Indonesia. Pembangunan menara akan terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama pembangunan ruang podium 17 lantai yang direncanakan selesai pada tahun 2008-2009. Bagian kedua adalah pembangunan menara yang diprediksikan akan selesai pada tahun 2010-2011.
 
Penjadwalan baru (2010-2012) : Pada bulan Januari 2010, Prajogo Pangestu menjadi pemegang saham mayoritas dari PT Prasada Japa Pamudja setelah Henry Pribadi melepas seluruh kepemilikan sahamnya kepada Prajogo di proyek Menara Jakarta. Sedangkan empat pemegang saham lainnya yaitu Sohat Chairil (pengusaha batubara), Harus Sebastian (Senayan City), Abraham Alex Tanuseputra (pengusaha apotek dan pendiri Gereja Bethany Indonesia), dan Kelompok Kompas Gramedia, masih tetap dalam konsorsium. Manajer Proyek pembangunan Menara Jakarta, Dicky Rampengan, pada 11 Agustus 2011 menyatakan bahwa Perusahaan Multinasional dari Korea Selatan, Samsung, siap mendukung kelanjutan Menara Jakarta.
Pada awal tahun 2012, PT Prasada Japa Pamudja menyusun jadwal baru yang merencanakan pembangunan lanjutan Menara Jakarta pada pertengahan 2012, dan diperkirakan bangunan fisik akan terwujud pada tahun 2015. Perencanaan baru ini dianggap terlambat oleh Hendardji Soepandji, Direktur Utama PPKK yang merupakan pemilik Hak Pengelolaan Lahan (HPL). Keterlambatan ini dianggapnya tidak sesuai dengan akselerasi pembangunan nasional.

Visi pembangunan : Direktur Proyek Menara Jakarta, Roesdiman Soegiarso mengatakan, visi pembangunan Menara Jakarta adalah "Sentra Gaya Hidup".
Menurutnya, "Sentra Gaya Hidup" merupakan impian dan konsep Menara Jakarta yang mengedepankan sebagai tempat yang memberi semangat hidup, pengembangan dan pusat teknologi, hiburan, pendidikan pariwisata dan perdagangan untuk menghadapi abad ke-21.

Rancangan :  Menara Jakarta dirancang dan disupervisi oleh desainer konstruksi Prof Dr Wiratman Wangsadinata, Presiden Direktur Wiratman & Associates Multidiciplinary Consultants. Pada Maret 2010, menurut Wiratman, Menara Jakarta direncanakan untuk ditambah 30 meter menjadi 588 meter atas keinginan pemegang saham Prajogo Pangestu. Penambahan tinggi ini dilakukan tidak pada konstruksi bangunan utama menara, namun hanya pada tiang pemancar telekomunikasi. Wiratman diberikan tugas untuk mendesain ulang struktur Menara Jakarta, tanpa mengubah bentuk sebelumnya. Langkah ini bertujuan untuk menghemat biaya struktur bangunan menara hingga 10% dari sebelumnya, atau penghematan sekitar Rp 80 miliar dari total biaya struktur menara saja yang Rp 800 miliar.

Dimensi menara : Menara Jakarta akan dibangun di area seluas 306.810 meter persegi. Gedungnya sendiri akan seluas 40.550 meter persegi dengan tinggi 558 meter. Seperti desain awalnya pada tahun 1997, dalam pembangunan yang baru ini, menara tetap memiliki tiga kaki yang akan menjulang hingga ketinggian 500 meter. Masing-masing kaki berbentuk silinder, berdiameter 13,2 meter. Dua di antaranya berisi masing-masing tiga lift dengan kecepatan 7 meter per detik. Kaki ketiga berisi delapan lift khusus untuk pengunjung. Pada gedung ini terdapat 10 unit elevator/lift.
Selain itu, pada bagian bawahnya, menara itu diikat lagi dengan cincin beton berdiameter 40 meter dengan tinggi 15 meter. Untuk lebih menstabilkannya, menara tertancap dengan fondasi berdiameter 80 meter sampai kedalaman 58 meter di bawah tanah. Menurut pengembang, Menara Jakarta akan menyerap 20.000 lebih tenaga kerja selama pembangunan, dan lebih dari 40.000 tenaga kerja setelah gedung difungsikan.

Fasilitas :  Menara Jakarta rencananya akan dilengkapi dengan fasilitas:  Tempat parkir seluas 144.000 meter persegi, Gedung podium setinggi 17 lantai,Lift yang mencapai puncak menara  Restoran berputar, Mal besar, Kafe, Taman hiburan,  Museum sejarah Indonesia, Hotel, Ruang serba guna/konferensi yang bisa menampung sepuluh ribu pengunjung, Ruang-ruang perkantoran seluas 8.000 meter persegi, Pusat pameran, Pusat pendidikan dan pelatihan, Pusat multimedia disertai pemancar siaran radio dan televisi, Pusat perdagangan dan bisnis, Pusat olah raga.

Biaya : Biaya pembangunan megaproyek ini diperkirakan mencapai sekitar Rp 1,4 triliun pada awalnya dan membengkak menjadi hampir Rp 2,7 triliun setelah kenaikan harga baja dunia. Menurut direktur PT Prasada Japa Pamudja, Ferry Sangeroki, pihak-pihak yang terlibat dalam proyek ini adalah "lebih dari seratus perusahaan dan individu". Ia mengatakan bahwa proyek tersebut dibiayai melalui tiga jalur: partisipasi modal (Rp 400 miliar), pinjaman sindikasi (Rp 600-800 miliar), dan penjualan pra-proyek (sekitar Rp 1,3 triliun).
Menurut desainer Menara Jakarta, Prof Dr Wiratman Wangsadinata, dalam perkiraan tahun 2009 biaya yang dibutuhkan untuk membangun menara ini mencapai Rp 5 triliun.

Kesenjangan sosial dan ekonomi : Pada tahun 1995-1997, Menara Trilogi menjadi bahan kecaman terutama adalah dana serta fungsi Menara tersebut di tengah kesenjangan sosial dan ekonomi yang masih membentang. Theo Syafei, bekas Pangdam Udayana, mengatakan, "Lebih baik dana sebesar itu digunakan untuk pembangunan kawasan Timur Indonesia." Karena itu, menara ini mulai dikenal pula dengan sebutan "Menara Kesenjangan". Koran The Jakarta Post menyebutnya sebagai "tower of indifference" (menara ketidakpedulian). Beberapa anggota DPR menyebutnya proyek "mercusuar", suatu penamaan terhadap proyek-proyek pada zaman Bung Karno yang dianggap (terutama oleh pendukung Orde Baru) sebagai proyek untuk pamer ke dunia luar, tanpa manfaat yang jelas bagi rakyat.

 4..   Faktor-faktor yang memjadi penghambat dalam proses pembangunan ?
Faktor-faktor Penghambat pada Proses Pembangunan

1. Perkembangan penduduk dan tingkat pendidikan yang rendah.
            Perkembangan penduduk dapat menjadi pendorong maupun penghambat pembangunan. Perkembangan penduduk yang cepat tidak selalu menjadi penghambat dalam pembangunan ekonomi jika penduduk tersebut mempunyai kapasitas untuk menyerap dan menghasilkan produksi yang dihasilkan.

   2. Perekonomian yang bersifat dualistik.
            Perekonomian yang bersifat dualistik merupakan hambatan karena menyebabkan produktivitas berbagai kegiatan produktif sangat rendah dan usaha-usaha untuk mengadakan perubahan sangat terbatas sekali.

   3.Tingkat pembentukan modal yang rendah.
            Tingkat pembentukan modal yang rendah merupakan hambatan utama bagi pembangunan ekonomi. Pembentukan modal dinegara-negara yang sedang berkembang merupakan “ Vicious Cycle “ ( lingkaran tak berujung pangkal ). Produktivitas yang sngat rendah mengakibatkan rendahnya pendapatan riil. Pendapatan yang rendah mengakibatkan low saving dan low invesment, dan rendahnya pembentukan modal.

   4. Struktur ekspor berupa bahan mentah.
     Sektor ekspor negara sedang berkembang belum merupakan “engine of growth” karena bersifat industri yang mendorong ekonomi dualisme yang kurang mendorong perkembangan ekonomi lebih lanjut. Publis and Singer berpendapat bahwa dalam jangka panjang daya tukar barang-barang yang diperdagangkan oleh negara sedang berkembang dengan negara maju akan menjadi bertambah buruk, dan merugikan negara sedang berkembang.

     5. Proses sebab akibat komulatif.
            Sebab akibat komulatif sirkuler adalah hambatan pembangunan di daerah miskin sebagai akibat pembangunan di daerah maju sehingga timbul gap antara daerah maju dengan daerah miskin.Keadaan-keadaan yang menghambat pembangunan di sebut back  wash effect.

            Faktor yang menimbulkan back wash effect :
1.   perpindahan penduduk dari daerah miskin ke daerah yang lebih maju.
2.   corak pengaliran modal yang beraksi.
3.   pola perdagangan dan kegiatan perdagangan terutama didominasi oleh industri-industri di daerah yang lebih maju ini menyebabkan daerah miskin mengalami kesukaran untuk mengembangkan pasar hasil industrinya dan memperlambat perkembangan di daerah miskin.
 keadaan yang menimbulkan back wash effect adalah keadaan jaringan pengangkutan yang jauh lebih baik di daerah yang lebih maju sehingga menyebabkan kegiatan produksi dan perdagangan dapat dilaksanakan lebih efisien di daerah tersebut.









 





Unknown

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 komentar:

Posting Komentar

ID LINE: k-awan

 
biz.