DEFINISI RUANG
TERBUKA HIJAU (RTH) :
RUANG TERBUKA
HIJAU (RTH) adalah area memanjang/jalur , yang penggunaannya lebih bersifat
terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang
sengaja ditanam. Penyediaan dan pemanfaatan RTH dalam RTRW Kota/RDTR Kota/RTR
Kawasan Strategis Kota/RTR Kawasan Perkotaan, dimaksudkan untuk menjamin
tersedianya ruang yang cukup bagi:
· Kawasan konservasi untuk kelestarian
hidrologis,
· Kawasan pengendalian air larian dengan
menyediakan kolam retensi,
· Area pengembangan keanekaragaman
hayati,
· Area penciptaan iklim mikro dan
pereduksi polutan di kawasan perkotaan,
· Tempat rekreasi dan olahraga
masyarakat,
· Tempat pemakaman umum,
· Pembatas perkembangan kota ke arah
yang tidak diharapkan,
· Pengamanan sumber daya baik alam,
buatan maupun historis,
· Penyediaan RTH yang bersifat privat,
melalui pembatasan kepadatan serta kriteria pemanfaatannya;
· Area mitigasi/evakuasi bencana, dan
· Ruang penempatan pertandaan (signage)
sesuai dengan peraturan perundangan dan tidak mengganggu fungsi utama RTH
tersebut.
Menurut
Undang-Undang No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang :
yang dimaksud
dengan Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok,
yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang
tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Dalam Peraturan Menteri
Dalam Negeri No 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan
Perkotaan, dituliskan bahwa ruang terbuka hijau perkotaan adalah bagian dari
ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna
mendukung manfaat : ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika.
Selanjutnya
disebutkan pula bahwa dalam ruang terbuka hijau pemanfaatannya lebih bersifat
pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya
tanaman.
Menurut Rahmi
(2002), ruang terbuka hijau adalah lahan tidak terbangun yang tertutup oleh
tumbuhan. Sedangkan Muchlis (2006) menulis, kawasan terbuka hijau ialah sebuah
kawasan yang difungsikan untuk ditanami tumbuh-tumbuhan. Kawasan terbuka hijau
dapat berupa taman, hutan kota, trotoar jalan yang ditanami pohon, areal sawah
atau perkebunan.
Beberapa
karakteristik dari ruang terbuka hijau dapat diuraikan sebagai berikut, yaitu :
1.
Luasan ruang terbuka hijau, menurut
Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa RTH
minimal harus memiliki luasan 30% dari luas total wilayah, dengan porsi 20%
sebagai RTH publik.
2.
Bentuk ruang terbuka hijau, ada dua bentuk RTH
yaitu bentuk jalur atau memanjang dan bentuk pulau atau mengelompok. RTH
berbentuk jalur biasanya mengikuti pola ruang yang berdampingan, misalnya jalur
hijau di pinggir atau di median jalan, jalur hijau di sempadan sungai, jalur
hijau sepanjang rel kereta api, jalur hijau dibawah SUTET, dan sabuk hijau
kota. Sedangkan RTH yang berbentuk mengelompok seperti taman, hutan kota,
tempat pemakaman umum, pengaman bandara, dan kebun raya.
3.
Elemen vegetasi atau tanaman merupakan unsur
yang dominan dalam RTH. Vegetasi dapat ditata sedemikian rupa sehingga mampu
berfungsi sebagai pembentuk ruang, pengendalian suhu udara, memperbaiki kondisi
tanah dan sebagainya. Vegetasi dapat menghadirkan estetika tertentu yang
terkesan alamiah dari garis, bentuk, warna, dan tekstur yang ada dari tajuk,
daun, batang, cabang, kulit batang, akar, bunga, buah maupun aroma yang
ditimbukan dari daun, bunga maupun buahnya. Untuk memaksimalkan fungsi RTH,
hendaknya dipilih tanaman berdasarkan beberapa pertimbangan dengan tujuan agar
tanaman dapat tumbuh baik dan dapat menanggulangi masalah lingkungan yang
muncul. Aspek hortikultural sangat penting dipertimbangkan dalam pemilihan
jenis tanaman untuk RTH. Selain itu guna menunjang estetika urban design,
pemilihan jenis vegetasi untuk RTH juga harus mempertimbangkan aspek
arsitektural dan artistik visual. Beberapa persayaratan bagi vegetasi yang
ditujukan untuk RTH adalah :
a) disenangi dan tidak berbahaya bagi warga kota.
b) mampu tumbuh pada lingkungan yang marjinal (tanah tidak subur, udara dan air yang
tercemar).
c) cepat tumbuh dan mempunyai umur yang panjang.
d) perakaran dalam sehingga tidak mudah tumbang.
e) tidak mempunyai akar yang besar di permukaan tanah.
f) dahan dan ranting tidak mudah patah.
g) buah tidak terlalu besar.
h) tahan terhadap pencemar dari kendaraan bermotor dan industri.
i) dapat menghasilkan O2 dan
meningkatkan kualitas lingkungan kota.
j) bibit/benih mudah didapatkan dengan harga yang murah/terjangkau oleh
masyarakat.
k) mempunyai bentuk yang indah.
l) kompatibel dengan tanaman lain.
m) serbuk sarinya tidak bersifat alergis.
n) daun, bunga, buah, batang dan percabangannya secara keseluruhan
indah/artistik, baik ditinjaudari bentuk, warna, tekstur maupun aromanya.
o) prioritas menggunakan vegetasi endemik/lokal. Jenis tanaman endemik
atau jenis tanaman lokal yang memiliki keunggulan tertentu (ekologis, sosial
budaya, ekonomi, arsitektural) dalam wilayah kota tersebut menjadi bahan
tanaman utama penciri RTH kota tersebut, yang selanjutnya akan dikembangkan
guna mempertahankan keanekaragaman hayati wilayahnya dan juga nasional.
·
Fungsi
dan Manfaat
RTH memiliki fungsi sebagai berikut:
- Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis:
Ø
sebagai peneduh.
Ø
produsen oksigen.
Ø
penyerap air hujan.
Ø
penyedia habitat satwa;
Ø
penyerap polutan media udara, air dan tanah,
serta;
Ø
penahan angin.
- · Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu:
- Fungsi sosial dan budaya:
o
menggambarkan ekspresi budaya lokal.
o
merupakan media komunikasi warga kota.
o
tempat rekreasi; wadah dan objek pendidikan,
penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam.
- Fungsi ekonomi:
o
sumber
produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga, buah, daun, sayur mayur.
o
bisa menjadi bagian dari usaha pertanian,
perkebunan, kehutanan dan lain-lain.
- Fungsi estetika:
o
meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan
kota baik dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukimam, maupun makro:
lansekap kota secara keseluruhan.
o
menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga
kota.
o
pembentuk faktor keindahan arsitektural.
o
menciptakan suasana serasi dan seimbang antara
area terbangun dan tidak terbangun.
Dalam suatu wilayah perkotaan, empat fungsi utama ini dapat
dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota
seperti perlindungan tata air, keseimbangan ekologi dan konservasi hayati.
D. Manfaat RTH
Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas:
Manfaat langsung (dalam
pengertian cepat dan bersifat tangible), yaitu membentuk keindahan dan
kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan bahan-bahan untuk dijual
(kayu, daun, bunga, buah);
Manfaat tidak langsung
(berjangka panjang dan bersifat intangible), yaitu pembersih udara yang sangat
efektif, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian
fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi
hayati atau keanekaragaman hayati).
- Tipologi RTH
Tipologi Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah sebagai berikut:
- Fisik : RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional serta RTH non alami atau binaan seperti taman, lapangan olahraga, pemakaman atau jalur-jaur hijau jalan.
- Fungsi : RTH dapat berfungsi ekologis, sosial budaya, estetika, dan ekonomi.
- Struktur ruang : RTH dapat mengikuti pola ekologis (mengelompok, memanjang, tersebar), maupun pola planologis yang mengikuti hirarki dan struktur ruang perkotaan.
- Kepemilikan : RTH dibedakan ke dalam RTH publik dan RTH privat.
- Penyediaan RTH
Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan dapat didasarkan pada:
Luas wilayah
Jumlah penduduk
Kebutuhan fungsi tertentu
- Penyediaan RTH Berdasarkan Luas Wilayah
Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan adalah sebagai
berikut:
ruang terbuka hijau di
perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat;
proporsi RTH pada wilayah
perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau
publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat;
apabila luas RTH baik publik
maupun privat di kota yang bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar
dari peraturan atau perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus
tetap dipertahankan keberadaannya.
Proporsi 30% merupakan ukuran
minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem
hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat
meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta
sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.
- Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk
Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk, dilakukan dengan
mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar luas RTH per
kapita sesuai peraturan yang berlaku.
250 jiwa : Taman RT, di
tengah lingkungan RT
2500 jiwa : Taman RW, di
pusat kegiatan RW
30.000 jiwa : Taman
Kelurahan, dikelompokan dengan sekolah/ pusat kelurahan
120.000 jiwa : Taman
kecamatan, dikelompokan dengan sekolah/ pusat kecamatan
480.000 jiwa : Taman Kota di
Pusat Kota, Hutan Kota (di dalam/kawasan pinggiran), dan Pemakaman (tersebar)
Penyediaan RTH Berdasarkan Kebutuhan Fungsi Tertentu
Fungsi RTH pada kategori ini adalah untuk perlindungan atau pengamanan,
sarana dan prasarana misalnya melindungi kelestarian sumber daya alam, pengaman
pejalan kaki atau membatasi perkembangan penggunaan lahan agar fungsi utamanya
tidak teganggu.
RTH kategori ini meliputi: jalur hijau sempadan rel kereta api, jalur
hijau jaringan listrik tegangan tinggi, RTH kawasan perlindungan setempat
berupa RTH sempadan sungai, RTH sempadan pantai, dan RTH pengamanan sumber air
baku/mata air.
- Prosedur Perencanaan
Ketentuan prosedur perencanaan RTH adalah sebagai berikut:
penyediaan RTH harus
disesuaikan dengan peruntukan yang telah ditentukan dalam rencana tata ruang
(RTRW Kota/RTR Kawasan Perkotaan/RDTR Kota/RTR Kawasan Strategis Kota/Rencana
Induk RTH) yang ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat;
penyediaan dan pemanfaatan
RTH publik yang dilaksanakan oleh pemerintah disesuaikan dengan
ketentuan-ketentuan yang berlaku;
tahapan penyediaan dan
pemanfaatan RTH publik meliputi:
perencanaan;
pengadaan lahan;
perancangan teknik;
pelaksanaan pembangunan RTH;
pemanfaatan dan pemeliharaan.
penyediaan dan pemanfaatan
RTH privat yang dilaksanakan oleh masyarakattermasuk pengembang disesuaikan
dengan ketentuan perijinan pembangunan;
pemanfaatan RTH untuk
penggunaan lain seperti pemasangan reklame (billboard) atau reklame 3 dimensi,
harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
mengikuti peraturan dan
ketentuan yang berlaku pada masing-masing
daerah;
tidak menyebabkan gangguan
terhadap pertumbuhan tanaman misalnya menghalangi penyinaran matahari atau
pemangkasan tanaman yang dapat merusak keutuhan bentuk tajuknya;
tidak mengganggu kualitas
visual dari dan ke RTH;
memperhatikan aspek keamanan
dan kenyamanan pengguna RTH;
tidak mengganggu fungsi utama
RTH yaitu fungsi sosial, ekologis dan estetis.
- KOTA YANG TELAH MENERAPKANNYA
Kota yang sudah menerapkan RTH sebesar 30% dari total luasan wilayahnya
adalah kota Balikpapan,Kalimantan Timur.
ANALISIS
Secara administrative luas keseluruhan Kota Balikpapan menurut RTRW
tahun 2012-2032 adalah 81.495 Ha yang terdiri dari luas daratan 50.337,57 Ha
dan luas lautan 31.164,03 Ha.Pansus DPRD Kota Balikpapan dalam pembahasan
revisi RTRW Kota Balikpapan Tahun 2012-2032 atas revisi Perda No. 5 Tahun 2006
tentang RTRW Tahun 2005-2015, mengurai problematika penataan ruang di Kota
Balipapan dalam 10 tahun terakhir. Dalam perecanaan tata ruang, pemerintah Kota
Balikpapan telah menyempurnakan Perda Kota Balikpapan Nomor 5 Tahun 2006
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Balikpapan tahun 2005 – 2015 menjadi
Perda Kota Balikpapan Nomor 12 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Balikpapan Tahun 2012 – 2032 yang telah ditetapkan tanggal 2 November
2012. Dalam Perda terdapat beberapa komitmen yang menjadi kebijakan untuk tetap
dilanjutkan, antara lain :
- Pola ruang 52% Kawasan Lindung dan 48% Kawasan Budidaya
Tidak menyediakan ruang untuk
wilayah pertambangan
Pengembangan kawasan budidaya
dengan konsep foresting the city dan green corridor, untuk pengembangan Kawasan
Industri Kariangau diarahkan pada green industry yang didukung zero waste dan
zero sediment.
Perkembangan kota Balikpapan dalam beberapa tahun terakhir ini sangat
pesat. Topografi Balikpapan berbukitbukit dengan kelerengan yang bervariasi,
serta jenis tanah pada beberapa kawasan didominasi oleh jenis yang mudah mengalami
pergeseran dan erosi. Kondisi ini memerlukan penanganan yang benar dalam
pengelolaannya. Kebutuhan akan lahan untuk mencapai visi Balikpapan dapat
diwujudkan melalui program-program pembangunan yang berwawasan lingkungan
dengan mengikutsertakan seluruh komponen yang ada di kota ini dalam aspek-aspek
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasinya. Berdasarkan hasil pengumpulan data
luas hutan kota di Balikpapan yang secara definitive sudah ditetapkan, saat ini
baru mencapai 200 ha yang tersebar di 28 lokasi atau mencapai 0,4 persen dari
luas wilayah Kota Balikpapan (503 kilometer persegi).
Dasar dan aspek legal
Kebijakan Pemerintah kota Balikpapan untuk menetapkan beberapa kawasan
hutan kota sebagai kawasan yang dilindungi karena sifatnya yang khusus, di antaranya
sebagai bagian dari Ruang Terbuka Hijau Kota sejak tahun 1996 sudah ada
meskipun dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan dan pengawasannya masih terus
dibenahi. Penetapan dua puluh satu kawasan sebagai hutan kota juga berperan
sebagai ruang terbuka hijau dari tahun 1996 hingga tahun 2004 oleh Pemerintah
Balikpapan melalui beberapa buah Surat Keputusan Walikota.
RTH kota Balikpapan terdiri dari; kawasan Hutan Lindung Sungai Wain,
Kebun Raya Balikpapan, Hutan Kota Pertamina dan taman-taman kota serta taman
median jalan. Jika ditinjau dari rasio luas lahan yang dibangun dengan RTH,
maka Balikpapan memilki persentase di atas nilai standar BLH yang menentukan
luas lahan.
Berdasarkan hasil identifikasi terhadap kawasan Nonbudidaya/Lindung dan
Ruang Terbuka Hijau yang ada di Kota Balikpapan yaitu 18.821,742 Ha atau 37,396
% dari luas kota Balikpapan (50.330,57 Ha). Untuk memenuhi prosentasi 52% maka
arahan pengembangan kawasan non budidaya (RTH ) sebagai berikut menurut Bappeda
2009
Penghargaan yang pernah diraih Kota Balikpapan yang berkaitan dengan
lingkungan hidup yaitu penghargaan ASEAN Environment Sustainable City (ESC)
dalam acara invitation to the for 3rd ASEAN Environmentally Suistainable Cities
Award and The 2nd ASEAN Certificates of Recognition with the following details,
yang berlangsung di Loa Plaza Hotel,Laos. Penghargaan ini diterima langsung
Wali Kota HM Rizal Effendi,SE di Laos tadi malam. Balikpapan meraih penghargaan
ini karena berhasil melakukan penataan lingkungan kota secara berkelanjutan.
Terutama terkait dengan clean land, clean water dan clean air. Termasuk inovasi
dalam pengelolaan dan pemanfaatan sampah.
Selain itu, yang terakhir baru saja diperoleh Penerapan Inovasi
Manajemen Perkotaan (IMP) oleh Pemerintah Kota Balikpapan dalam bidang
pengelolaan tata ruang dengan sub bidang penataan ruang terbuka hijau (RTH)
meraih prestasi gemilang. Balikpapan menduduki peringkat pertama sebagai
kabupaten/kota terbaik se Indonesia
dalam bidang tersebut.
Dan yang terakhir pernah meraih
juara tiga lomba menanam pohon nasional untuk kategori kotamadya di
Indonesia.
- KESIMPULAN
Indahnya kota Balikpapan tak lepas dari jumlah Ruang Terbuka Hijau
(RTH) yang melebihi standar Badan
Lingkungan Hidup (BLH) yakni 42% dari luas kota ini. Sebagai peneduh, RTH
memberikan manfaat yang begitu terasa bagi masyarakat kota Balikpapan.
Karena secara umum RTH publik maupun RTH privat, memiliki fungsi utama
(intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu
fungsi arsitek-tural, sosial, dan fungsi ekonomi. Dalam suatu wilayah perkotaan
empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan,
kepentingan, dan keberlanjutan kota.
RTH berfungsi ekologis, yang menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota
secara fisik, harus merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan
berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota, seperti RTH untuk per-lindungan
sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat
hidupan liar. RTH untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural)
merupakan RTH pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota
tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan
kepentingannya, seperti untuk ke-indahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur
kota.
Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas manfaat langsung (dalam
pengertian cepat dan bersifat tangible) seperti mendapatkan bahan-bahan untuk
dijual (kayu, daun, bunga), kenyamanan fisik (teduh, segar), keingin-an dan
manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible) seperti
perlindungan tata air dan konservasi hayati atau keanekaragaman hayati.
Permasalahan ditekankan pada beberapa aspek penerapan kawasan penataan
ruang dengan pola konsep 52 persen terbangun dan 48 persen untuk ruang terbuka
hijau (RTH). Konsep ideal ini dilihat dari sudut pandang penataan ruang, perlu
disadari bahwa salah satu tujuan pembangunan di Kota Balikpapan, yang hendak
dicapai adalah mewujudkan ruang kehidupan yang nyaman, produktif, dan
berkelanjutan.
Pembangunan dan pengelolaan RTH wilayah perkotaan harus menjadi
substansi yang terakomodasi secara hierarkial dalam perundangan dan peraturan
serta pedoman di tingkat nasional dan daerah/kota. Untuk tingkat daerah baik
provinsi maupun kabupaten/kota, permasalahan RTH menjadi bagian organik dalam
Ren-cana Tata Ruang Wilayah dan subwilayah yang diperkuat oleh peraturan daerah
- SUMBER :