1. Berkaitan
erat dengan saling ketergantungan pengaruh biaya,mutu, dan waktu.?
Dalam dunia konstruksi yang
amat kompetitif, masalah pengendalian biaya
proyek merupakan hal
yang sangat menentukan
keberhasilan kontraktor
dalam proyek .proyek yang
ditanganinya.Pembengkakan
biaya pada tahap pelaksanaan proyek
konstruksi sangat tergantung
pada perencanaan, koordinasi
dan pengendalian dan juga perhitungan biaya dari kontraktor.
Permasalahan yang dihadapi dalam proses
penyelenggaraan konstruksi secara garis
besar dapat digolongkan
menjadi 2 (Dipohusodo, 1996),
yang pertama adalah kelompok masalah yang berhubungan dengan factor-faktor
biaya, mutu, dan waktu
seperti pekerjaan terlambat sehingga
biaya tidak hemat,
mutu pekerjaan tidak memenuhi
standar yang direncanakan. Sesuai
dengan keadaan alamiahnya, mekanisme proses konstruksi melibatkan banyak unsur
pelaksana konstruksi, sejak pemberi tugas atau pemilik sebagai pemrakarsa, para
konsultan, kontraktor sebagai pembangun, pemasok material, sampai para pekerja
bangunan.
2. Masalah
yang berkaitan dengan koordinasi dan pengaturan manajemen ?
Masalah-Masalah dalam
Koordinasi
Peningkatan
spesialisasi akan menaikkan kebutuhan akan koordinasi. Tetapi semakin besar
derajat spesialisasi, semakin sulit bagi manajer untuk mengkoordinasikan
kegiatan-kegiatan khusus dari satuan-satuan yang berbeda. Paul R. Lawrence dan
Jay W. Lorch (Handoko, 2003:197) mengungkapkan 4 (empat) tipe perbedaan dalam
sikap dan cara kerja yang mempersulit tugas pengkoordinasian, yaitu:
Perbedaan dalam
orientasi terhadap tujuan tertentu.
Para anggota dari
departemen yang berbeda mengembangkan pandangan mereka sendiri tentang
bagaimana cara mencapai kepentingan organisasi yang baik. Misalnya bagian
penjualan menganggap bahwa diversifikasi produk harus lebih diutamakan daripada
kualtias produk.
Perbedaan dalam
orientasi waktu.
Manajer produksi akan
lebih memperhatikan masalah-masalah yang harus dipecahkan segera atau dalam
periode waktu pendek. Biasanya bagian penelitian dan pengembangan lebih
terlibat dengan masalah-masalah jangka panjang.
Perbedaan dalam
orientasi antar-pribadi.
Kegiatan produksi
memerlukan komunikasi dan pembuatan keputusan yang cepat agar prosesnya lancar,
sedang bagian penelitian dan pengembangan mungkin dapat lebih santai dan setiap
orang dapat mengemukakan pendapat serta berdiskusi satu dengan yang lain.
Perbedaan dalam formalitas struktur.
Setiap tipe satuan dalam organisasi mungkin mempunyai metode-metode dan
standar yang berbeda untuk mengevaluasi program terhadap tujuan dan untuk balas
jasa bagi karyawan.
Koordinasi
Koordinasi (coordination) adalah prose pengintregrasian tujuan-tujuan dan
kegiatan-kegiatan pada satuan yang terpisah (department atau bidang-bidang
fungsional) suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi sacara efisien.
Masalah-masalah Pencapaian Koordinasi yang Efektif
Peningkatan spesialisasi dan menaikan kebutuhan akan koordinasi. Emapt tipe
perbedaan daalam sikap dan cara kerja di antara bermacam-macam individu dan
department dalam organisasi yang memepersulit tugas pengkoordinasian
bagian-bagian organisasi secara efektif, yaitu:
1.Perbedaan dalam organisasi terhadap tujuan tertentu.
2.Perbedaaan dalam orientasi waktu.
3.Perbedaan dalam orientasi anatar pribadi.
4.Perbedaan formalitas struktur.
Manajemen adalah suatu seni atau cara untuk menyelesaikan permasalahan
dengan berkerja sama melalui orang lain atau sumberdaya lainnya. Sebagai suatu
proses, manajemen memerlukan berbagai aspek pendukung untuk menyelesaikan
permasalahan-permasalahan atau tujuan-tujuannya.
Koordinasi sebagai aspek penting manajemen,untuk mengetahui lebih jelas dan
lebih dalam apa yang dimaksud dengan koordinasi sebagai suatu aspek penting
dalam manajerial untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada.
3. Contoh
Proyek Kontruksi yang berhenti akibat ?
Menara Jakarta
adalah sebuah menara yang pernah dicanangkan di ibu kota Jakarta, Indonesia,
terletak di area Bandar Baru Kemayoran. menara ini memiliki tinggi 558 meter,
setelah sempat terbengkalai pada kisaran 2004-2011, pihak terkait menyatakan
untuk menghentikan proyek prestisius ini. Jika dilanjutkan, gedung ini masuk ke
dalam jajaran gedung-gedung tertinggi di dunia.
Sejarah dan Pembangunan
: Menara Jakarta merupakan proyek besar yang dimulai pada masa pemerintahan Presiden Soeharto
yang digagas sejak tahun 1995.
Menara ini dimaksudkan untuk menjadi salah satu gedung tertinggi di dunia.
Sayembara desain (1996-1997) :
Pembangunan menara itu pada awalnya dikembangkan oleh trio usahawan besar,
yakni Sudwikatmono, Prajogo Pangestu, dan Henry Pribadi, melalui PT Indocitra
Graha Bawana. Biayanya diperkirakan sekitar 400 juta dollar AS (waktu itu masih
sekitar Rp 900 miliar).
Semula,
Menara Jakarta akan dibangun di area Kuningan, tetapi Soerjadi Soedirdja,
Gubernur DKI Jakarta waktu itu, tidak setuju, dan mengusulkan untuk
membangunnya di daerah Kemayoran yang pertumbuhannya masih sulit.
Perusahaan-perusahaan
desain arsitektur kaliber internasional diundang berpartisipasi dalam sebuah
sayembara desain arsitektur untuk gedung tersebut. Ketentuan sayembara tersebut
adalah bahwa gedung tersebut harus mengandung lambang Trilogi Pembangunan,
Pancasila, dan 17 Agustus (hari kemerdekaan Republik Indonesia). Desain dan
maket menara itu diperlihatkan kepada Mensesneg (waktu itu) Moerdiono selaku
Ketua Badan Pengelola dan Pengembangan Bandar Baru Kemayoran di Sekretariat
Negara.
Pada
tahun 1996, Sayembara tersebut dimenangkan oleh Murphi/Iohn dari Amerika
Serikat. Hanya saja, karena desain ini terlalu mahal untuk dikembangkan, maka
pemerintah memilih desain dari pemenang kedua yakni East Chine Architecture
Design & Research Institute (ECADI), yang juga membangun Shanghai Oriental
Pearl Tower di China. Desain ECADI ini dipilih karena para juri menganggap
desainnya sederhana dan masih bernuansa Asia.
Peresmian
pembangunan dilakukan pada tahun 1997 oleh Gubernur Jakarta Soerjadi Soedirdja
dan Mensesneg Moerdiono setelah disetujui oleh Presiden Soeharto di Bina Graha,
Jakarta. Presiden Soeharto mengusulkan agar nama Menara Jakarta diganti menjadi
Menara Trilogi.
Pembangunan
Menara Trilogi mulai dilaksanakan tahun 1997. Karena anggaran membesar,
pengembang mulai mencari suntikan dana dari investor asing. Total dana yang
dibutuhkan menjadi sekitar 560 juta dollar AS (waktu itu sekitar Rp 1,2
triliun). Pihak asing ditargetkan memiliki sebagian saham dan sebagian lagi
dimiliki pengembang dalam negeri.
Krisis ekonomi (1997)
: Ketika terjadi krisis ekonomi di Asia pada tahun 1997, industri properti
Indonesia pun jatuh sehingga banyak sekali proyek konstruksi yang ditunda
maupun dibatalkan, termasuk Menara Trilogi. Dengan dihentikannya pembangunan
Menara ini, beton-beton yang sudah ditanam dibiarkan mangkrak dan area tersebut
menjadi genangan air yang luas.
Konsorsium baru (2003) : Setelah
perekonomian Indonesia mulai bangkit kembali, Pemerintah Jakarta tetap akan
meneruskan pembangunan Menara tersebut dengan kembali menyebut nama Menara
Jakarta. Menara Jakarta pun dilanjutkan pada tahun 2003 melalui sebuah
konsorsium baru, yakni PT Persada Japa Pamudja (PJP) yang terdiri dari para
pengusaha besar nasional. Peresmian
pembangunan menara yang diproyeksikan menjadi menara tertinggi di dunia itu
dilakukan oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Bambang Kesowo dan
Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso pada tanggal 15 April 2004. Menurut Presiden
Komisaris PT Prasada Japa Pamudja, yakni Abraham Alex Tanuseputra, Menara ini
akan menjadi proyek besar dan merupakan eksistensi untuk menunjukkan kemampuan
dan peradaban bangsa Indonesia guna mampu sejajar dengan bangsa lainnya di
dunia, serta dibangun oleh putra putri bangsa Indonesia. Pembangunan
menara akan terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama pembangunan ruang podium
17 lantai yang direncanakan selesai pada tahun 2008-2009. Bagian kedua adalah
pembangunan menara yang diprediksikan akan selesai pada tahun 2010-2011.
Penjadwalan baru (2010-2012)
: Pada bulan Januari 2010, Prajogo Pangestu menjadi pemegang saham mayoritas
dari PT Prasada Japa Pamudja setelah Henry Pribadi melepas seluruh kepemilikan
sahamnya kepada Prajogo di proyek Menara Jakarta. Sedangkan empat pemegang
saham lainnya yaitu Sohat Chairil (pengusaha batubara), Harus Sebastian
(Senayan City), Abraham Alex Tanuseputra (pengusaha apotek dan pendiri Gereja
Bethany Indonesia), dan Kelompok Kompas Gramedia, masih tetap dalam konsorsium.
Manajer Proyek pembangunan Menara Jakarta, Dicky Rampengan, pada 11 Agustus
2011 menyatakan bahwa Perusahaan Multinasional dari Korea Selatan, Samsung,
siap mendukung kelanjutan Menara Jakarta.
Pada
awal tahun 2012, PT Prasada Japa Pamudja menyusun jadwal baru yang merencanakan
pembangunan lanjutan Menara Jakarta pada pertengahan 2012, dan diperkirakan
bangunan fisik akan terwujud pada tahun 2015. Perencanaan baru ini dianggap
terlambat oleh Hendardji Soepandji, Direktur Utama PPKK yang merupakan pemilik
Hak Pengelolaan Lahan (HPL). Keterlambatan ini dianggapnya tidak sesuai dengan
akselerasi pembangunan nasional.
Visi pembangunan : Direktur
Proyek Menara Jakarta, Roesdiman Soegiarso mengatakan, visi pembangunan Menara
Jakarta adalah "Sentra Gaya Hidup".
Menurutnya,
"Sentra Gaya Hidup" merupakan impian dan konsep Menara Jakarta yang
mengedepankan sebagai tempat yang memberi semangat hidup, pengembangan dan
pusat teknologi, hiburan, pendidikan pariwisata dan perdagangan untuk
menghadapi abad ke-21.
Rancangan : Menara Jakarta
dirancang dan disupervisi oleh desainer konstruksi Prof Dr Wiratman
Wangsadinata, Presiden Direktur Wiratman & Associates Multidiciplinary
Consultants. Pada Maret 2010,
menurut Wiratman, Menara Jakarta direncanakan untuk ditambah 30 meter menjadi
588 meter atas keinginan pemegang saham Prajogo Pangestu. Penambahan tinggi ini
dilakukan tidak pada konstruksi bangunan utama menara, namun hanya pada tiang
pemancar telekomunikasi. Wiratman diberikan tugas untuk mendesain ulang
struktur Menara Jakarta, tanpa mengubah bentuk sebelumnya. Langkah ini
bertujuan untuk menghemat biaya struktur bangunan menara hingga 10% dari
sebelumnya, atau penghematan sekitar Rp 80 miliar dari total biaya struktur menara
saja yang Rp 800 miliar.
Dimensi menara : Menara
Jakarta akan dibangun di area seluas 306.810 meter persegi. Gedungnya sendiri
akan seluas 40.550 meter persegi dengan tinggi 558 meter. Seperti desain
awalnya pada tahun 1997, dalam pembangunan yang baru ini, menara tetap memiliki
tiga kaki yang akan menjulang hingga ketinggian 500 meter. Masing-masing kaki
berbentuk silinder, berdiameter 13,2 meter. Dua di antaranya berisi
masing-masing tiga lift dengan kecepatan 7 meter per detik. Kaki ketiga berisi
delapan lift khusus untuk pengunjung. Pada gedung ini terdapat 10 unit
elevator/lift.
Selain
itu, pada bagian bawahnya, menara itu diikat lagi dengan cincin beton
berdiameter 40 meter dengan tinggi 15 meter. Untuk lebih menstabilkannya,
menara tertancap dengan fondasi berdiameter 80 meter sampai kedalaman 58 meter
di bawah tanah. Menurut pengembang, Menara Jakarta akan menyerap 20.000 lebih
tenaga kerja selama pembangunan, dan lebih dari 40.000 tenaga kerja setelah
gedung difungsikan.
Fasilitas : Menara Jakarta
rencananya akan dilengkapi dengan fasilitas:
Tempat parkir seluas 144.000 meter persegi, Gedung podium setinggi 17
lantai,Lift yang mencapai puncak menara
Restoran berputar, Mal besar, Kafe, Taman hiburan, Museum sejarah Indonesia, Hotel, Ruang serba
guna/konferensi yang bisa menampung sepuluh ribu pengunjung, Ruang-ruang
perkantoran seluas 8.000 meter persegi, Pusat pameran, Pusat pendidikan dan
pelatihan, Pusat multimedia disertai pemancar siaran radio dan televisi, Pusat
perdagangan dan bisnis, Pusat olah raga.
Biaya : Biaya
pembangunan megaproyek ini diperkirakan mencapai sekitar Rp 1,4 triliun pada
awalnya dan membengkak menjadi hampir Rp 2,7 triliun setelah kenaikan harga
baja dunia. Menurut direktur PT
Prasada Japa Pamudja, Ferry Sangeroki, pihak-pihak yang terlibat dalam proyek
ini adalah "lebih dari seratus perusahaan dan individu". Ia
mengatakan bahwa proyek tersebut dibiayai melalui tiga jalur: partisipasi modal
(Rp 400 miliar), pinjaman sindikasi (Rp 600-800 miliar), dan penjualan
pra-proyek (sekitar Rp 1,3 triliun).
Menurut
desainer Menara Jakarta, Prof Dr Wiratman Wangsadinata, dalam perkiraan tahun
2009 biaya yang dibutuhkan untuk membangun menara ini mencapai Rp 5 triliun.
Kesenjangan sosial dan ekonomi : Pada
tahun 1995-1997, Menara Trilogi menjadi bahan kecaman terutama adalah dana
serta fungsi Menara tersebut di tengah kesenjangan sosial dan ekonomi yang
masih membentang. Theo Syafei, bekas Pangdam Udayana, mengatakan, "Lebih
baik dana sebesar itu digunakan untuk pembangunan kawasan Timur Indonesia."
Karena itu, menara ini mulai dikenal pula dengan sebutan "Menara
Kesenjangan". Koran The Jakarta Post menyebutnya sebagai "tower of
indifference" (menara ketidakpedulian). Beberapa anggota DPR menyebutnya
proyek "mercusuar", suatu penamaan terhadap proyek-proyek pada zaman
Bung Karno yang dianggap (terutama oleh pendukung Orde Baru) sebagai proyek
untuk pamer ke dunia luar, tanpa manfaat yang jelas bagi rakyat.
4.. Faktor-faktor
yang memjadi penghambat dalam proses pembangunan ?
Faktor-faktor Penghambat pada Proses
Pembangunan
1. Perkembangan penduduk dan tingkat pendidikan yang
rendah.
Perkembangan penduduk dapat menjadi
pendorong maupun penghambat pembangunan. Perkembangan penduduk yang cepat tidak
selalu menjadi penghambat dalam pembangunan ekonomi jika penduduk tersebut
mempunyai kapasitas untuk menyerap dan menghasilkan produksi yang dihasilkan.
2. Perekonomian yang bersifat dualistik.
Perekonomian yang bersifat dualistik merupakan hambatan karena
menyebabkan produktivitas berbagai kegiatan produktif sangat rendah dan
usaha-usaha untuk mengadakan perubahan sangat terbatas sekali.
3.Tingkat pembentukan modal yang rendah.
Tingkat pembentukan modal yang
rendah merupakan hambatan utama bagi pembangunan ekonomi. Pembentukan modal
dinegara-negara yang sedang berkembang merupakan “ Vicious Cycle “ ( lingkaran
tak berujung pangkal ). Produktivitas yang sngat rendah mengakibatkan rendahnya
pendapatan riil. Pendapatan yang rendah mengakibatkan low saving dan low
invesment, dan rendahnya pembentukan modal.
4. Struktur ekspor berupa bahan mentah.
Sektor
ekspor negara sedang berkembang belum merupakan “engine of growth” karena
bersifat industri yang mendorong ekonomi dualisme yang kurang mendorong
perkembangan ekonomi lebih lanjut. Publis and Singer berpendapat bahwa dalam
jangka panjang daya tukar barang-barang yang diperdagangkan oleh negara sedang
berkembang dengan negara maju akan menjadi bertambah buruk, dan merugikan
negara sedang berkembang.
5. Proses sebab akibat komulatif.
Sebab akibat komulatif sirkuler adalah hambatan pembangunan di daerah
miskin sebagai akibat pembangunan di daerah maju sehingga timbul gap antara
daerah maju dengan daerah miskin.Keadaan-keadaan yang menghambat pembangunan di
sebut back wash effect.
Faktor yang menimbulkan back wash
effect :
1. perpindahan penduduk dari daerah miskin
ke daerah yang lebih maju.
2. corak pengaliran modal yang beraksi.
3. pola perdagangan dan kegiatan perdagangan
terutama didominasi oleh industri-industri di daerah yang lebih maju ini
menyebabkan daerah miskin mengalami kesukaran untuk mengembangkan pasar hasil
industrinya dan memperlambat perkembangan di daerah miskin.
keadaan yang menimbulkan back wash effect
adalah keadaan jaringan pengangkutan yang jauh lebih baik di daerah yang lebih
maju sehingga menyebabkan kegiatan produksi dan perdagangan dapat dilaksanakan
lebih efisien di daerah tersebut.